MAKALAH ISLAM

Malakalah Islam alternatif yang singkat ini semoga bermanfaat bagi kita semua, Amiinn... Hak cipta hanya milik Allah SWT Silahkan Download atau disebarluaskan makalah altermatif ini pada semua orang, semoga bermanfaat. saran dan kritik ditujukan ke : fadol_m@yahoo.com muhammadfadol@gmail.com

Rabu, 27 Mei 2009

Filsafat dan Sejarah Pendidikan Indonesia

FILSAFAT DAN SEJARAH PENDIDIKAN INDONESIA

Oleh : PROF. DR. HELiUS SJAMSUDDIN, MA




Setiap pemikir mempunyai definisi berbeda tentang makna filsafat karena pengertiannya yang begitu luas dan abstrak. Tetapi secara sederhana filsafat dapat dimaknai bersama sebagai suatu sistim nilai-nilai (systems of values) yang luhur yang dapat menjadi pegangan atau anutan setiap individu, atau keluarga, atau kelompok komunitas dan/atau masyarakat tertentu, atau pada gilirannya bangsa dan negara tertentu. Pendidikan sebagai upaya terorganisasi, terencana, sistimatis, untuk mentransmisikan kebudayaan dalam arti luas (ilmu pengetahuan, sikap, moral dan nilai-nilai hidup dan kehidupan, ketrampilan, dll.) dari suatu generasi ke generasi lain. Adapun visi, misi dan tujuannya yang ingin dicapai semuanya berlandaskan suatu filsafat tertentu. Bagi kita sebagai bangsa dalam suatu negara bangsa (nation state) yang merdeka, pendidikan kita niscaya dilandasi oleh filsafat hidup yang kita sepakati dan anut bersama.

Dalam sejarah panjang kita sejak pembentukan kita sebagai bangsa (nation formation) sampai kepada terbentuknya negara bangsa (state formation dan nation state) yang merdeka, pada setiap kurun zaman, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari filsafat yang menjadi fondasi utama dari setiap bentuk pendidikan karena menyangkut sistem nilai-nilai (systems of values) yang memberi warna dan menjadi "semangat zaman" (zeitgeist) yang dianut oleh setiap individu, keluarga, anggota­-anggota komunitas atau masyarakat tertentu, atau pada gilirannya bangsa dan negara nasional. Landasan filsafat ini hanya dapat dirunut melalui kajian sejarah, khususnya Sejarah Pendidikan Indonesia.

Sebagai komparasi, di negara-negara Eropa (dan Amerika) pada abad ke-19 dan ke-20 perhatian kepada Sejarah Pendidikan telah muncul dari dan digunakan untuk maksud-maksud lebih lanjut yang bermacam-macam, a.l. untuk membangkitkan kesadaran berbangsa, kesadaran akan kesatuan kebudayaan, pengembangan profesional guru-guru, atau untuk kebanggaan terhadap lembaga­-lembaga dan tipe-tipe pendidikan tertentu. (Silver, 1985: 2266).

Substansi dan tekanan dalam Sejarah Pendidikan itu bermacam-macam tergantung kepada maksud dari kajian itu: mulai dari tradisi pemikiran dan para pemikir besar dalam pendidikan, tradisi nasional, sistim pendidikan beserta komponen-komponennya, sampai kepada pendidikan dalam hubungannya dengan sejumlah elemen problematis dalam perubahan sosial atau kestabilan, termasuk keagamaan, ilmu pengetahuan (sains), ekonomi, dan gerakan-gerakan sosial. Sehubungan dengan MI semua Sejarah Pendidikan erat kaitannya dengan sejarah intelektual dan sejarah sosial. (Silver, 1985: Talbot, 1972: 193-210)

Esensi dari pendidikan itu sendiri sebenarnya ialah pengalihan (transmisi) kebudayaan (ilmu pengetahuan, teknologi, ide-ide dan nilai-nilai spiritual serta (estetika) dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda dalam setiap masyarakat atau bangsa. Oleh sebab itu sejarah dari pendidikan mempunyai sejarah yang sama tuanya dengan masyarakat pelakunya sendiri, sejak dari pendidikan informal dalam keluarga batih, sampai kepada pendidikan formal dan non-formal dalam masyarakat agraris maupun industri.

Selama ini Sejarah Pendidikan masih menggunakan pendekatan lama atau "tradisional" yang umumnya diakronis yang kajiannya berpusat pada sejarah dari ide­-ide dan pemikir-pemikir besar dalam pendidikan, atau sejarah dan sistem pendidikan dan lembaga-lembaga, atau sejarah perundang-undangan dan kebijakan umum dalam bidang pendidikan. (Silver, 1985: 2266) Pendekatan yang umumnya diakronis ini dianggap statis, sempit serta terlalu melihat ke dalam. Sejalan dengan perkembangan zaman dan kemajuan dalam pendidikan beserta segala macam masalah yang timbul atau ditimbulkannya, penanganan serta pendekatan baru dalam Sejarah Pendidikan dirasakan sebagai kebutuhan yang mendesak oleh para sejarawan pendidikan kemudian. (Talbot, 1972: 206-207)

Para sejarawan, khususnya sejarawan pendidikan melihat hubungan timbal balik antara pendidikan dan masyarakat; antara penyelenggara pendidikan dengan pemerintah sebagai representasi bangsa dan negara yang merumuskan kebijakan (policy) umum bagi pendidikan nasional. Produk dari pendidikan menimbulkan mobilitas sosial (vertikal maupun horizontal); masalah-masalah yang timbul dalam pendidikan yang dampak-dampaknya (positif ataupun negatif) dirasakan terutama oleh masyarakat pemakai, misalnya, timbulnya golongan menengah yang menganggur karena jenis pendidikan tidak sesuai dengan pasar kerja; atau kesenjangan dalam pemerataan dan mutu pendidikan; pendidikan lanjutan yang hanya dapat dinikmati oleh anak-anak orang kaya dengan pendidikan terminal dari anak-­anak yang orang tuanya tidak mampu; komersialisasi pendidikan dalam bentuk yayasan-yayasan dan sebagainya. Semuanya menuntut peningkatan metodologis penelitian dan penulisan sejarah yang lebih baik danipada sebelumnya untuk menangani semua masalah kependidikan ini.

Sehubungan dengan di atas pendekatan Sejarah Pendidikan baru tidak cukup dengan cara-cara diakronis saja. Perlu ada pendekatan metodologis yang baru yaitu a.l, interdisiplin. Dalam pendekatan interdisiplin dilakukan kombinasi pendekatan diakronis sejarah dengan sinkronis ilmu-ihmu sosial. Sekarang ini ilmu-ilmu sosial tertentu seperti antropologi, sosiologi, dan politik telah memasuki "perbatasan" (sejarah) pendidikan dengan "ilmu-ilmu terapan" yang disebut antropologi pendidikan, sosiologi pendidikan, dan politik pendidikan. Dalam pendekatan ini dimanfaatkan secara optimal dan maksimal hubungan dialogis "simbiose mutualistis" antara sejarah dengan ilmu-ilmu sosial.

Sejarah Pendidikan Indonesia dalam arti nasional termasuk relatif baru. Pada zaman pemerintahan kolonial telah juga menjadi perhatian yang diajarkan secara diakronis sejak dari sistem-sistem pendidikan zaman Hindu, Islam, Portugis, VOC, pemerintahan Hindia-Belanda abad ke-19. Kemudian dilanjutkan dengan pendidikan zaman Jepang dan setelah Indonesia merdeka model diakronis ini masih terus dilanjutkan sampai sekarang.

Perkuliahan dilakukan dengan pendekatan interdisiplm (diakronik dan/atau sinkronik). Untuk Sejarah Pendidikan Indonesia mutakhir, substansinya seluruh spektrum pendidikan yang secara temporal pernah berlaku dan masih berlaku di Indonesia; hubungan antara kebijakan pendidikan dengan politik nasional pemerintah, termasuk kebijakan penyusunan dan perubahan kurikulum dengan segala aspeknya yang menyertainya; lembaga-lembaga pendidikan (pemerintah maupun swasta); pendidikan formal dan non-formal; pendidikan umum, khusus dan agama. Singkatnya segala macam makalah yang dihadapi oleh pendidikan di Indonesia dahulu dan sekarang dan melihat prosepeknya ke masa depan. Sejarah sebagai kajian reflektif dapat dimanfaatkan untuk melihat prosepek ke depan meskipun tidak punya pretensi meramal. Dalam setiap bahasan dicoba dilihat filosofi yang melatarinya.

Sumber-sumber yang digunakan: sumber pertama (primary sources) berupa dokumen-dokumen yang menyangkut kebijakan pendidikan; sumber kedua (secondary sources) benipa artikel, monograf, atau buku-buku tentang perkembangan dan makalah pendidikan. Sebagai bahan komparasi sumber-sumber mengenai Sejarah Pendidikan di negara-negara lain yang dapat diperoleh melalui internet dll.

Cara penyajian kuliah sebagian besar melalui diskusi-diskusi, terutama membahas dokumen-dokumen dari sumber-sumber pertama; membuat Chapter dan/atau Book Report; menyusun makalah individual dan/atau kelompok yang didiskusikan.
Saran dan kritik ke fadol_m@yahoo.com atau ke muhammadfadol@gmail.com

DAFTAR PUSTAKA
1. Dari berbagai sumber, yang tidak saya sebutkan satu per satu

Read more!

Selasa, 26 Mei 2009

Istimewanya Wanita dalam ISLAM

sumber: Milis, Forum Agama Islam Fasilkom UI

Kaum feminis bilang susah jadi wanita ISLAM, lihat saja peraturan dibawah ini :

1- Wanita auratnya lebih susah dijaga berbanding lelaki.
2- Wanita perlu meminta izin dari suaminya apabila maukeluar rumah tetapitidak sebaliknya.
3- Wanita saksinya kurang berbanding lelaki.
4- Wanita menerima pusaka kurang dari lelaki.
5- Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung danmelahirkan anak.
6- Wanita wajib taat kpd suaminya tetapi suami tak perlutaat pd isterinya.
7- talak terletak di tgn suami dan bukan isteri.
8- Wanita kurang dlm beribadat karena masalah haid dan nifas yang tak ada pada lelaki.

makanya mereka nggak capek-capeknya berpromosi untuk "MEMERDEKAKAN WANITA ISLAM"
Pernahkah kita lihat sebaliknya (kenyataannya)??
Benda yg mahal harganya akan dijaga dan dibelai serta disimpan ditempat yg teraman dan terbaik. Sudah pasti intan permata tidak akan dibiar terserak bukan?
Itulah bandingannya dgn seorg wanita. Wanita perlu taat kpd suami tetapi lelaki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih utama dari bapaknya. Bukankah ibu adalah seorang wanita?
Wanita menerima pusaka kurang dari lelaki tetapi harta itu menjadi milik pribadinya dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya, manakala lelaki menerima pusaka perlu menggunakan hartanya utk isteri dan anak-anak.
Wanita perlu bersusah payah mengandung dan melahirkan anak, tetapi setiap saat dia didoakan oleh segala makhluk, malaikat dan seluruh makhluk ALLAH di mukabumi ini, dan matinya jika karena melahirkan adalah syahid.
Di akhirat kelak, seorang lelaki akan dipertanggungjawabkan terhadap 4 wanita ini: Isterinya, ibunya, anak perempuannya dan saudara perempuannya.
Manakala seorang wanita pula, tanggungjawab terhadapnya ditanggung oleh 4 org lelaki ini: Suaminya, ayahnya, anak lelakinya dan saudara lelakinya.
Seorang wanita boleh memasuki pintu Syurga melalui mana mana pintu Syurga yg disukainya cukup dgn 4 syarat saja : Sembahyang 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, taat suaminya dan menjaga kehormatannya.
Seorg lelaki perlu pergi berjihad fisabilillah tetapi wanita jika taat akan suaminya serta menunaikan tanggungjawabnya kepada ALLAH akan turut menerima pahala seperti pahala org pergi berperang fisabilillah tanpaperlu mengangkat senjata.
Masya ALLAH ... demikian sayangnya ALLAH pada wanita .... kan?
saran dan kritik dapat ditujukan ke fadol_m@yahoo.com atau ke muhammadfadol@gmail.com
Daftar Pustaka : http//www.ukhuwah.or.id

Read more!

Bunga Cantik Di Tengah Padang Rumput

Bunga Cantik Di Tengah Padang Rumput

Kiriman : bayu eko fitri yanto

Siapa di antara anda yang belum pernah mendengar pepatah yang mengatakan “Tak kenal maka tak cinta ?Tentu semuanya sudah pernah mendengarnya, baik pada waktu pelajaran peribahasa di Mata Ajaran Bahasa Indonesia atau dalam pergaulan sehari-hari karena pepatah ini kerap kali digunakan orang.Sekarang, malah ada sedikit perubahan dan penambahan kata dalam pepatah tersebut. Yaitu menjadi “Tak Kenal Maka TaÂ’aruf” .Berbedakah keduanya ?
Dari kedua kalimat tersebut, sebenarnya ada perbedaan arti meski hanya sedikit dan tipis sekali.Taruh sebuah permisalan. Jika anda bertemu dengan seseorang yang tidak anda kenal sama sekali, tentu anda ingin mengenalnya lebih jauh dan keinginan untuk mengenalnya itu begitu kuat muncul dalam diri anda.Anda ingin tahu siapa namanya, dimana dia tinggal, apa kegiatannya dan segala sesuatu yang menyelingkupi kehidupan teman baru anda itu. Dalam kondisi seperti ini maka pepatah ‘yang baruÂ’ akan diterapkan, “Tak Kenal Maka TaÂ’aruf.”.Tahukah anda bahwa sebenarnya dalam proses perkenalan itu telah terjadi sebuah proses lain yang juga berkembang dalam diri kita.Yaitu sebuah proses pemilahan kelompok teman. Pada waktu kita mulai melancarkan rangkaian pertanyaan padanya tanpa kita sadari yang kita cari adalah kesamaan dan kesesuaian dalam beberapa hal yang sekiranya akan menjadi perekat perkenalan tersebut.
“Eh.. suka baca buku nggak ?” atau“Oh, kamu tinggal disana yah ? Hmm, aku punya teman di sana, kenal sama A nggak yah, dia tinggal di blok Z.”
Proses perekat hubungan inilah pada banyak orang diartikan sebagai sebuah proses “Tak Kenal maka Tak Cinta.”.Tidak ada yang menyadari bahwa sebenarnya tidak melulu arti pemahaman sebuah perkenalan akan berakhir dengan sesuatu yang manis seperti yang diharapkan dalam pepatah tersebut.Ada kalanya, setelah sebuah perkenalan terjadi, lalu pengenalan diri masing-masing berlanjut pada hal yang lebih jauh, sebuah hubungan ‘perkenalan’ bisa jadi ikut berakhir pula seiring dengan perpisahan yang terjadi dalam sebuah pertemuan. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Sudah menjadi sebuah kebutuhan manusia untuk dapat memperoleh kepercayaan dan rasa aman dalam dirinya. Inilah yang terjadi dalam proses pemilahan kelompok teman yang baru kita kenal.Yup. Ada sebuah proses lain dalam sebuah perkenalan yang tanpa kita sadari telah menggiring kita untuk melakukan sebuah pemilahan yang sangat bersifat subjektif karena kebutuhan kita akan rasa percaya dan dan rasa aman tersebut.Tanpa kita sadari kita mulai melakukan pemilahan dan pencarian data apakah dia cukup bermanfaat sebagai seorang teman ataukah tidak, ada sebuah istilah yang mungkin lebih pas tapi konotasinya pada beberapa orang mungkin menyakitkan telinga yang sensitif, yaitu “seberapa pantas orang yang baru anda kenal itu bisa menjadi teman anda”.
“Seberapa pantas…”, terdengar sangat arogan dan tidak bersahabat yah ? Tapi meski terdengar sangat tidak sopan, memang itulah yang sesungguhnya terjadi dalam sebuah proses perkenalan.Dalam alam pikiran sederhana, bagaimana mungkin kita akan bisa meletakkan rasa percaya kita pada seseorang yang tidak kita kenal ?Dalam alam pikiran sederhana, bagaimana mungkin kita akan merasa aman pada seseorang yang tidak kita kenal ?Sekali lagi, dalam alam pikiran sederhana, bagaimana mungkin kita akan memberikan rasa sayang, rasa cinta kita pada seseorang yang tidak kita kenal.Bukankah “Tak kenal maka Tak Cinta ?”
Dan disinilah letak ketertakjubanku pada peristiwa yang aku alami yang justru membuatku berpikir,tidak selamanya mungkin sebuah pertemuan dengan seseorang yang kita belum kita kenal akan melahirkan keinginan untuk ta’aruf,dan rasa sayang bisa saja terjadi tanpa didahului sebuah perkenalan yang memuat sebuah isian biodata yang harus diisi dalam blangko pencernaan pikiran biasa (tanya nama, alamat dan sebagainya).
Peristiwa yang pertama adalah sebuah peristiwa di sebuah bis kota yang melaju lamban di jalan raya yang macet di pinggir kota Jakarta yang memang sudah sangat padat setiap jalur badan jalannya dengan kendaraan yang berseliweran setiap harinya.
Hari cukup panas ketika itu dan bau keringat penumpang mulai menyebar menimbulkan sebuah perasaan tidak nyaman.Di sebelahku duduk seorang gadis berjilbab yang bertubuh agak besar.Dia sedang asyik membaca sebuah buku. Kulirik buku di tangannya dan mengenalinya sebagai salah satu buku yang sering aku lihat di pajang di toko buku.Secara iseng (sungguh ini pertanyaan iseng karena aku mulai jenuh dengan masa menunggu kemacetan lalu lintas) aku mulai bertanya tentang apa judul buku yang dia baca. Gadis itu memperlihatkan judulnya padaku.Lalu aku mulai melontarkan pertanyaan apa isi buku tersebut dengan gaya sok akrab dan gadis itu melayani pertanyaanku dengan sabar dan penuh senyum.Hmm, tampaknya dia mulai mengerti akan ketidak nyamanan yang aku alami dalam bis kota yang padat itu dan keterasingan untuk segera terbebas dari tempat dudukku yang keras sehingga dengan penuh keikhlasan gadis itu memberikan waktunya untuk menjawab pertanyaanku.Tanpa kami sadari kami terlibat sebuah diskusi menarik dan asyik.Aku memang senang membaca dan lebih senang lagi jika diajak seseorang untuk bertukar pikiran tentang sebuah topik dari sebuah materi yang pernah aku baca atau aku ketahui.Hingga tak terasa tujuan akhir telah tiba.Gadis itu harus turun lebih dahulu dariku dan apa yang dia lakukan kemudian membuatku cukup ternganga dan sangat berkesan pada pertemuan dengannya.
“Aku ingin memberikan buku ini padamu.”Subhanallah.Aku tahu dalam pembicaraan kami tadi bahwa buku itu belum dua jam yang lalu dibelinya di toko buku.Bahkan sampai halaman pertengahan pun gadis itu belum usai membacanya.Bagaimana mungkin dia akan memberikannya begitu saja padaku padahal tadi baru saja dia katakan bahwa dia menginginkan buku itu sejak lama sehingga dia menabung sedikit demi sedikit uang sakunya untuk dapat membeli buku itu.
“Tidak. Aku tidak menginginkannya.Buku itu milikmu, kamu belum selesai membacanya, bacalah dulu sampai selesai.”Aku menolaknya dengan keras.
“Tapi aku ingin memberikan buku ini padamu.”Gadis itu tetap bersikeras.“Tidak. ““Terimalah. Anggap ini hadiahku untukmu, kamu memang pantas menerimanya.Ayo, terimalah buku ini sebagai kenang-kenangan dariku karena aku tidak tahu kapan lagi kita akan bertemu di waktu yang akan datang”Duhai. Kalimatnya menimbulkan rasa haru yang mendalam, aku termangu sejenak tapi segera tersadar bahwa ini bukan saat yang tepat untuk jadi melankolis. “Tidak. Aku tidak bisa menerimanya.”“Terimalah hadiahku ini.Kamu belum membacanya kan, bacalah, aku sudah membacanya sebagian dan isinya sangat menarik, sedangkan kamu belum membacanya sama sekali, aku ingin kamu membacanya juga dan bacalah sampai akhir.”
“Kenapa ? “ Aku bertanya dengan bodoh.Sungguh aku tidak tahu kenapa gadis itu bersikeras memberikan buku barunya padaku.“Kenapa kamu ingin memberikan buku barumu padaku, padahal kamumenginginkan buku ini sejak lama. Kenapa ?”“Karena aku sayang padamu. Aku ingin memberikan yang terbaik untukmu dan saat ini yang aku miliki adalah buku baruku ini.Percayalah padaku bahwa aku menyayangi kamu karena Allah semata sehingga jika saat ini kamu menginginkan yang lain dariku, seperti mataku, rambutku, tanganku, semua akan kuberikan padamu detik ini juga karena aku sayang padamu karena Allah semata.”Aku makin ternganga.Belum ada satu jam kami berbincang dan diskusi tapi rasa sayang yang dia miliki padaku sudah demikian mendalamnya sementara namanya saja aku sama sekali tidak tahu karena dia memang hanya kujadikan seorang teman untuk membunuh waktu jenuhku di dalam kendaraan tersebut.Ada sebuah rasa haru yang kian membuncah dalam dadaku mendengar untaian kalimat terakhirnya sekaligus melahirkan sebuah dorongan untuk menerbitkan mutiara bening dari sudut kelopak mataku.Aku tidak sanggup berkata apa-apa karena terbalut haru dan buku itu sudah berpindah tangan, diletakkan gadis itu di dalam genggamanku sementara dia bersiap untuk turun dari kendaraan.Pada perhentian selanjutnya gadis itu mulai berdiri menepi.
“Mbak..makasih yah. Aku tidak tahu bagaimana harus membalasnya bahkan kita belum sempat berkenalan.Mbak juga tidak tahu siapa aku.” Gadis itu hanya tersenyum ramah mendengar kalimatku yang mungkin terdengar sangat bodoh.
“Itu tidak penting. Yang aku tahu kamu adalah saudariku dalam islam.Semoga kita bisa bertemu di lain kesempatan dengan masing-masing dalam kondisi yang lebih baik.”Kemudian bis berhenti dan setelah mengucapkan salam, gadis berjilbab itu melesat turun sambil melambaikan tangannya padaku. Aku membalas salamnya sambil tersenyum dan setelah dia menghilang dari pandanganku aku mulai membaca judul bukunya.“Menjadi Muslimah yang kaffah.”Hmm, mungkin dia memberikan buku itu karena aku belum berjilbab.Yup.Kejadiannya memang sudah lama sekali, sewaktu aku masih kuliah dulu dan masih banyak mempertimbangkan banyak hal sehingga belum timbul keinginan kuat untuk menutupi auratku secara lengkap dengan sebuah hijab yang semestinya.Aku sangat terkesan dengan peristiwa itu karena di kampus, teman-teman akhwat lain lebih banyak yang memilih untuk tidak menaruh kepercayaan dan kasih sayang sebesar seperti yang diberikan oleh gadis tadi.Di kampus mereka memberlakukan sebuah jarak dalam membina hubungan denganku yang notabene sebenarnya memiliki agama yang sama dengan mereka hanya saja aku belum berjilbab.Image muslimah sebagai sebuah kelompok eksklusif dalam kepalaku telah hancur lebur dalam hitungan detik dengan kehadiran gadis berjilbab itu.
Sekarang aku alhamdulillah sudah mengenakan jilbab, sudah berkeluarga dan sudah dikaruniai dua orang jundi yang manis.Kesibukan sehari-hari dalam urusan pekerjaanku sebagai ibu rumah tangga hampir tidak menyisakan waktu luang bagiku.Lebih dari itu, kadang timbul sebuah proses pemilihan teman dalam bergaul yang terus terjadi tanpa aku sadari.Jika ibu-ibu lain di sekitar rumahku sering berkumpul di depan pagar rumahnya maka bisa dikatakan aku jarang sekali ikut berkumpul dengan mereka.Jika ada acara pertemuan antar ibu-ibu di lingkungan rumahku, entah itu arisan rt, pengajian bulanan, pertemuan bulanan antar warga, atau bahkan acara resmi seperti selamatan atau kenduri, bisa dipastikan aku hanya hadir pada saat acara resmi itu berlangsung saja.Setelah acara resmi selesai, ketika piring gelas mulai dikumpulkan di tengah tikar, aku memilih untuk segera mengundurkan diri ketimbang ikut bergerombol bersama ibu-ibu yang lain membuat pembicaraan dan acara baru di luar acara inti.Hmm, aku tetap berusaha untuk bergaul akrab, ikut tersenyum dan bersenda gurau atau berdiskusi dengan teman-teman ibu-ibu rumah tangga yang lain dalam konteks acara yang aku ikuti masih berlangsung.Setelah itu, setelah acara itu selesai, aku lebih memilih untuk mengundurkan diri lebih karena alasan menghindari kemudharatan.
Sudah bukan menjadi rahasia lagi apa yang dilakukan oleh para ibu-ibu rumah tangga jika mereka berkumpul dan mulai saling bercengkerama di luar sebuah acara yang terkoordinir.Mereka akan membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat dan inilah yang aku hindari.Terlibat dalam pergaulan seperti itu bagiku seperti memakan sebuah buah simalakama.Dimakan dalam arti kita melibatkan diri; kita akan terpengaruh dengan atmosfere mereka karena mau tidak mau kita akan mengeluarkan suara dan terlibat dalam pembicaraan mereka yang kelak kita akan menyesalinya sendiri.Pilihan kedua adalah tidak memakannya, yaitu kita tetap diam jadi pendengar dan itu artinya kita membiarkan isi pembicaraan mereka itu akan masuk ke telinga kita tanpa sebuah perlawanan, mengendap di dalam hati dan secara tidak sadar akan menimbulkan sebuah diskusi dengan diri sendiri yang lebih banyak melahirkan sebuah suÂ’udzon dan ketidak nyamanan.Ada sebuah pembenaran yang aku pegang dalam keputusanku untuk melakukan apa yang menurutku saat ini baik bagiku, yaitu mencegah sebuah kemudharatan itu lebih utama ketimbang menyebarkan manfaat. Hmm, benarkah pembenaran ini ? WallahuÂ’alam.
Nah, dalam kesibukan memilih teman dalam pergaulan sehari-hari itulah terjadi peristiwa kedua yang juga sangat menyentuh hati dan memberi kesan yang sangat mendalam bagiku.Kejadiannya terselip dalam peristiwa rutinitas sehari-hari dan dalam waktu yang tidak terduga.Yaitu waktu shubuh.
Ada sebuah kebahagiaan tersendiri yang aku rasakan menjelang waktu shubuh.Yaitu kesempatan untuk berjalan menikmati suasana damai menjelang shubuh berdua saja dengan suamiku. Masjid tujuan kami letaknya lumayan jauh dari rumah dan waktu yang terhampar di selang perjalanan menuju masjid itu biasanya diisi dengan percakapan ringan yang lepas dari rasa kesal, jenuh dan bosan akan rutinitas pekerjaan dan kegiatan.Yang ada hanyalah senda gurau atau curhat yang diiringi nasehat ringan diseling canda.Biasanya, setelah melakukan shalat shubuh berjamaah di masjid kami segera bergegas menuju rumah karena tugas rutinitas sehari-hari telah menunggu.Itu sebabnya waktu berangkat menuju masjid itu menjadi lebih istimewa (menjadi makin istimewa karena kadang kesehatanku yang sering terganggu dan kemalasan akibat kelelahan akan tugas sehari-hari membuat acara manis ini menjadi kian sulit dilakukan).
Hari itu, seperti biasa aku segera melipat perlengkapan shalatku dan mulai bersiap-siap untuk pulang ketika ada seseorang yang menyapaku.Seorang wanita tua yang tampak tersenyum dan memberiku salam. Aku membalas salamnya sambil ikut tersenyum
“Apa kabar nak ?kenapa sudah lama sekali tidak kelihatan ?”sambil beringsut, aku mendekati ibu tua itu dan duduk di hadapannya sambil menyalaminya dengan sopan.
“Sakit bu. Saya sudah beberapa hari ini sakit jadi tidak bisa pergi kemana-mana termasuk ke masjid ini.Tapi alhamdulillah sekarang sudah sehat kembali. Ibu sendiri gimana kabarnya ?”
“Alhamdulillah sehat nak”Ibu itu masih memandangiku sambil tersenyum lembut sekali. Tiba-tiba dia meraih kedua pergelangan tanganku dan memegangnya dengan sangat erat.
“Ibu rindu sekali melihat kedatanganmu.. sudah hampir setengah bulan tidak melihat kamu hadir di sini.”Aku hanya tersenyum tapi dalam hati tak urung heran.Setengah bulan, artinya ibu itu menghitungnya.Artinya lagi, ibu ini tentu jamaah tetap di kala waktu shubuh di masjid iniÂ…wahÂ… bagaimana aku bisa tidak tahu akan kehadiran ibu ini setiap kali aku shalat disini. Hmm, mungkin karena aku selalu tergesa untuk pulang karena memikirkan pekerjaan rumah tangga yang terasa sudah antri untuk dikerjakan.Duh, betapa tidak pedulinya aku pada lingkunganku selama ini.Kalimat ibu itu mulai terasa seperti sindiran bagiku.
“Ibu selalu berdoa agar kamu sehat nak… sungguh, ibu mencintai kamu karena Allah dan selalu berharap bisa bertemu kamu di sini, di masjid ini meski ibu sendiri juga tidak yakin karena ibu sudah sangat tua dan makin rapuh”SubhanallahÂ….Kali ini aku sungguh-sungguh merasa terharu.Selama ini aku tidak pernah memperhatikan apa yang terjadi pada lingkungan sekitarku.Aku sibuk dengan urusan keseharianku sendiri, aku sibuk dengan diriku sendiri sedangkan ibu tua di hadapanku, yang mungkin hidupnya lebih susah, lebih kompleks permasalahannya, lebih rumit hal tentang kesehariannya, tetap memiliki kemampuan untuk memperhatikan lingkungannya.
Hmm.. tahukah anda. Kedua peristiwa berkesan di atas itu sebenarnya sebuah nasehat yang sangat manis dari Allah untukku.Subhanallah. Kadang, sebuah nasehat itu tidak melulu hanya berupa sebuah tausiyah panjang lebar tentang hamparan hadits dan ayat.Sebuah nasehat bisa juga berupa perbuatan. Sama seperti perbuatan gadis berjilbab di bis kota di atas.Dengan memperlihatkan keramahan dan kesantunan serta keikhlasannya (sampai sekarang aku tidak pernah sekalipun lagi berjumpa dengannya, semoga Allah merahmatiNya selalu, amin), aku jadi tergugah akan keindahan ukhuwah dalam islam dan kemanisan budi pekerti muslimah sesungguhnya.Lebih dari itu, muncul semangat untuk benar-benar mewujudkan jati diri sebagai “Muslimah yang kaffah”, seperti nasehat yang diberikan dalam buku yang diberikannya secara cuma-cuma padaku.Begitu juga dengan ibu tua di dalam masjid itu (hik..hik..aku tidak pernah berjumpa lagi dengannya, dan aku sampai detik ini tidak tahu siapa namanya, dimana dia tinggal dan informasi apapun tentang dia.Semoga beliau tetap dalam lindungan Allah SWT). Dengan kelembutan seorang ibu yang bijak, dia mengingatkan aku agar merindukan “masjid” selalu sesibuk apapun kegiatanku... ibu itu juga mengingatkan aku bahwa penilaian akan lingkunganku selama ini sebenarnya tidak selamanya benar.Bukankah di tengah hamparan rumput hijau di tengah padangpun selalu terselip bunga berwarna cantik yang harum baunya meski keberadaan bunga tersebut kecil mungil nyaris tak terlihat ?Kehadiran mereka berdua adalah penyejuk dahaga di tengah perjalanan panjang dan membosankan karena keterasingan yang monoton.Kehadiran mereka adalah pendorong semangat ketika ghirah mulai kendur karena rutinitas keseharian yang mulai menegangkan urat syaraf.Hmm.. wallahuÂ’alam.
Aku jadi teringat sebuah hadits yang mengatakan bahwa :“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian, sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”(Dari kitab shahih Muslim, yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik).Begitu besar rasa persaudaraan yang terkandung dalam hadits tersebut hingga tidak ada pemilahan kelompok di dalamnya yang berdasarkan pada beragam suku, ras, golongan, bangsa dan warna kulit. Semuanya adalah keluarga.“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara..” (al Hujurat:10).Mencintai disini adalah menginginkan segala kebaikan yang dia miliki untuk turut pula dirasakan oleh saudaranya.
“Demi Dzat yang jiwaku ada di TanganNya, tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai kebaikan dirinya sendiri.”(Dari riwayat Nasa’I).Kebaikan disini adalah kebaikan “menurut syariat” seperti ilmu yang bermanfaat, amal yang shaleh, dan akibat yang positif.Tidak ada tempat di sini untuk penilaian yang bersifat subjektif yang sering kita berlakukan jika kita memilih teman tanpa kita sadari.Sama seperti nasehat halus yang diberikan oleh gadis di bis kota itu padaku. Sementara teman-teman akhwat menolak kehadiranku yang “berbeda” dengan mereka yang berjilbab lebar, maka gadis itu dengan penuh keikhlasan mengajarkan aku arti ukhuwah sesungguhnya dan tanpa sadar memberiku semangat untuk “mengenal islam (agama perdamaian) lebih jauh”. Subhanallah.
Semoga kita semua bisa belajar untuk bisa pula menjadi suri tauladan seperti kedua tokoh “nyata” yang aku temui di dalam hidupku itu.Sungguh Maha Kuasa Allah yang telah memberiku pelajaran yang sangat berharga.“Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau.Engkau yang menciptakan ku dan aku adalah hambaMu.Aku terikat dalam perjanjian dengan-Mu sekemampuanku.Aku berlindung kepada-MU dari segala kejahatan yang telah aku lakukan.Aku mengakui nikmat-nikmat-MU kepadaku dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku, karena tak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa, kecu

Daftar Pustaka:
saran dan kritik ke fadol_m@yahoo.com atau ke muhammadfadol@gmail.com

Read more!

Bencana Kemanusiaan Akibat Darwinisme

Bencana Kemanusiaan Akibat Darwinisme

Karya : Harun Yahya


Abad 20 yang baru saja kita lewati adalah masa yang dipenuhi dengan peperangan, konflik, bencana, kesengsaraan, pembantaian, kemelaratan dan kehancuran yang luar biasa. Jutaan manusia dibantai, dibunuh dan dibiarkan mati, hidup tanpa rumah dan tempat berlindung. Maka semua dikorbankan demi membela berbagai ideologi menyesatkan. Di setiap peristiwa tampak selalu terpampang nama-nama mereka yang bertanggung jawab : Stalin, Lenin, Trosky, Mao, Pol Pot, Hitler, Mussolini, Franco.

Fasisme dan komunisme adalah dua ideologi utama yang telah menyebabkan umat manusia merasakan berbagai penderitaan di masa kegelapan tersebut. Yang menarik untuk di kaji di sini adalah ideologi-ideologi tersebut ternyata memiliki sumber ideologi yang sama (ideologi induk). Ideologi ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya, senantiasa berada di balik layar hingga saat ini. Dan senantiasa terlihat bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Sumber ideologi ini adalah Filsafat materialistik dan Darwinisme, bentuk penerapan filsafat materialisme pada alam.

Darwinisme muncul abad 19 sebagai penghidupan kembali sebuah mitos ilmu yang telah ada sejak peradaban Sumeria dan Yunani Kuno, oleh seorang ahli biologi amatir Charles Darwin. Sejak kemunculannya Darwinisme menjadi landasan berpijak ilmiah bagi semua ideologi-ideologi yang membawa bencana bagi umat manusia.

Selanjutnya teori evolusi atau Darwinisme tidak terbatas hanya pada bidang biologi dan paleontologi, tetapi merambah pada bidang-bidang sosial, sejarah, politik dan mempengaruhi berbagai sisi kehidupan.

Oleh karena sejumlah pernyataan-pernyataan khusus Darwinisme mendukung sejumlah aliran pemikiran yang di masa itu sedang tumbuh dan berkembang, Darwinisme mendapat dukungan luas dari kalangan ini. Orang-orang berusaha menerapkan keyakinan bahwa terdapat “peperangan (perjuangan) untuk mempertahankan hidup” pada mahluk hidup di alam. Oleh sebab itu, ide bahwa “yang kuat tetap hidup dan yang lemah akan musnah” mulai diterapkan juga pada manusia dan kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Justifikasi ilmiah Darwinisme inilah yang kemudian digunakan oleh :
a. Hitler untuk membangun ras super
b. Karl marx untuk mengatakan bahwa “sejarah manusia adalah sejarah peperangan antar kelas masyarakat”
c. Kaum kapitalis yang percaya bahwa “yang kuat tumbuh menjadi semakin kuat dengan mengorbankan yang lemah”.
d. Bangsa kolonial untuk menjajah dunia ketiga dan perlakuan biadab mereka.e. Tindakan rasisme dan diskriminasi.

Mekipun demikian, seorang pendukung teori evolusi dalam bukunya The Moral Animal, Robert Wright, mengulas secara singkat tentang bencana kemanusiaan akibat munculnya teori evolusi, bahwa:
“Tidak dapat dipungkiri, teori evolusi memiliki sejarah panjang yang kelam dalam penerapannya pada hubungan antar manusia. Setelah bercampur dengan filsafat politik di sekitar peralihan abad ini, untuk membentuk ideologi yang tidak jelas, yang dikenal dengan “Darwinisme Sosial”, ideologi ini digunakan oleh kaum rasis, fasis dan kapitalis yang tidak memiliki hati nurani”

Rasisme Darwin dan Kolonialisme

Teman dekat Darwin, Profesor Adam Sedgwick adalah satu di antara sekian banyak orang yang melihat bahaya yang akan ditimbulkan oleh teori evolusi di masa mendatang. Setelah membaca dan memahami buku Darwin The Origin of Species, ia menyatakan bahwa “Jika buku ini diterima masyarakat luas, [maka buku] ini akan memunculkan kebiadaban ras manusia yang belum pernah tersaksikan sebelumnya” . Dan waktu menunjukkan bahwa Sedgwick benar. Sejarah mencatat bahwa abad 20 adalah periode gelap dimana manusia melakukan pembantaian hanya karena ras atau suku bangsa mereka.

Darwin mengklaim bahwa ”fight for survival (perjuangan untuk mempertahankan hidup)” juga terjadi antar ras-ras manusia. “Ras pilihan” muncul sebagai pemenang dalam peperangan ini. Menurut Darwin ras pilihan adalah bangsa kulit putih Eropa. Sedangkan ras-ras Asia dan Afrika, mereka telah kalah dalam peperangan mempertahankan hidup. Darwin berkata lebih jauh bahwa ras-ras ini akan segera kalah dalam peperangan mempertahankan hidup di seluruh dunia dan akhirnya punah :
“Di masa mendatang tidak sampai berabad-abad lagi, ras-ras menusia beradab hampir dipastikan akan memusnahkan dan menggantikan ras-ras biadab di seluruh dunia. Pada saat yang sama kera-kera antromorfosis (menyerupai manusia) …tidak diragukan lagi akan musnah, selanjutnya jarak antara manusia dengan padanan terdekatnya akan lebih lebar, karena jarak ini akan memisahkan manusia dalam keadaan yang lebih beradab, sebagaimana yang kita harapkan, dari Kaukasian sekalipun, dengan jenis-jenis kera serendah babon, tidak seperti sekarang yang hanya memisahkan negro atau penduduk asli Australia dengan gorila.”

Pada bagian lain The Origin of Species, Darwin mengklaim bahwa bagi ras-ras inferior perlu untuk punah dan tidak ada perlunya bagi ras-ras yang telah maju untuk melindungi mereka dan menjaga mereka agar tetap hidup. Darwin mengibaratkan hal ini dengan mereka yang memelihara hewan-hewan untuk dikembangbiakan :
“Pada manusia-manusia primitif, kelemahan pada tubuh dan akal akan segera dieliminir dan mereka yang tetap hidup biasanya memperlihatkan kondisi kesehatan yang prima. Sekalipun kita manusia-manusia beradab berusaha secara maksimal untuk mengawasi proses eliminasi ini, kita bangun rumah-rumah perawatan bagi orang-orang yang sakit jiwa, cacat dan sakit, kita terapkan undang-undang bagi kaum miskin.. Ada alasan yang bisa dipercaya bahwa vaksinasi telah menyehatkan ribuan orang, yang sebelumnya orang-orang yang lemah fisiknya akan mati karena cacar. Dengan demikian orang-orang yang lemah dari masyarakat beradab melangsungkan keturunannya. Tidak ada seorang pun yang pernah mempelajari pembiakan hewan-hewan piaraan akan ragu bahwa tindakan ini akan sangat merugikan bagi ras manusia.”

Teori Darwin yang menolak eksistensi Tuhan telah menyebabkan sebagian orang tidak melihat manusia sebagai sosok yang diciptakan Tuhan dan bahwa semua manusia diciptakan setara. Ini adalah salah satu fakta di balik munculnya rasisme dan penerimaannya secara cepat di seluruh dunia.

Kolonialisme erat kaitannya dengan Darwinisme; dan negara yang sangat diuntungkan oleh pandangan rasis Darwin adalah negeri Darwin sendiri: Inggris. Di masa ketika Darwin mengemukakan teorinya, Inggris sedang mendirikan imperium kolonial nomor 1 di dunia. Semua sumber daya alam di negeri-negeri yang dijajahnya dari India hingga Amerika Latin dirampok oleh imperium Inggris. Sudah barang tentu negeri-negeri penjajah tersebut tidak ingin dituliskan dalam sejarah sebagai negeri perampok dan untuk menutupi kebiadaban ini mereka mencari alasan pembenaran tindakan tersebut. Salah satunya adalah dengan menganggap bangsa jajahan sebagai “orang primitif” atau “makhluk mirip binatang”. Dengan pandangan ini mereka dibantai dan disiksa secara biadab karena bukanlah manusia, akan tetapi makhluk separuh manusia separuh binatang, dan tindakan penjajah tersebut tidak bisa dikatagorikan sebagai kriminal.

Aliansi Fasisme dan Darwinisme
Nazisme lahir di tengah-tengah kekacauan di Jerman yang kalah dalam perang dunia I. Pemimpin partai Nazi adalah seorang agresif yang sangat benci agama-agama samawi bernama Adolf Hitler. Rasisme adalah cara pandang Hitler, dan ia percaya bahwa ras Arya, komponen utama bangsa Jerman, lebih tinggi dibanding ras-ras lain dan wajib memimpin mereka. Ia memimpikan bangsa Arya akan membangun imperium yang akan bertahan selama 1000 tahun.

Landasan berpijak ilmiah teori rasis Hitler adalah teori evolusi Darwin. Tokoh yang sangat mempengaruhi pemikiran Hitler adalah seorang sejarawan rasis Jerman Heinrich von Treitschke, sosok yang sangat terpengaruhi oleh teori evolusi Darwin dan mendasarkan pandangan rasisnya pada Darwinisme. Ia berpendapat, “Bangsa-bangsa hanya akan maju melalui kompetisi sengit sebagaimana [pendapat] Darwin [tentang kemampuan] individu yang kuat [untuk] tetap bertahan hidup,” dan menyatakan bahwa ini berarti peperangan panjang yang tak terelakkan. Ia berpandangan bahwa, “Penaklukan dengan pedang adalah cara untuk membangun peradaban dari kebiadaban dan ilmu pengetahuan dari kebodohan.” Ia berpandangan bahwa: “Ras-ras kuning tidak memahami seni dan kebebasan politik. Sudah menjadi takdir ras-ras hitam untuk melayani [bangsa kulit] putih dan sebagai sasaran kebencian [orang] kulit putih untuk selama-lamanya”

Ketika Hitler membangun teorinya, ia mendapatkan inspirasi dari Darwin, khususnya pemikiran Darwin tentang pertarungan (perjuangan) untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Bukunya yang terkenal diberi judul Mein Kampf (“Perjuagan Saya”) terinspirasi dari pertarungan (perjuangan) untuk mempertahankan kelangsungan hidup ini. Sebagaimana Darwin, Hitler memberikan status kera pada ras-ras non-Eropa, dan mengatakan, “Hapuskan [ras] Jerman Nordik dan tidak ada yang tersisa kecuali tarian para kera.”

Sekutu Hitler di Eropa adalah Mussolini (Italia) dan Franco (Spanyol). Mussolini adalah Darwinis tulen yang menjadikan kapak sebagai simbol Fasisme dan Partai Fasis, sebab kapak adalah simbol peperangan, kekerasan, kematian dan pembantaian. Pada tahun 1935 ia menjajah Ethiopia dan berhasil memusnahkan 15000 orang hingga tahun 1941. Selain mendukung dan membenarkan pendudukannya atas Ethiopia dengan pendapat Darwin yang rasialis, Mussolini berpendapat bahwa Ethiopia adalah bangsa inferior (kelas rendah) sebab mereka adalah ras hitam; dan diperintah oleh ras superior seperti bangsa Italia merupakan sebuah kehormatan bagi bangsa Ethiopia. Libia pun tidak lepas dari kolonialisme Mussolini, dimana sekitar 1.5 juta kaum Muslimin terbunuh.

Gerakan Nazi dan Rasisme kini bangkit lagi dalam bentuk Neo-Nazi, dengan sumber inspirasi yang tidak berbeda dengan pendahulunya, yakni Darwinisme.

Darwinisme: Sumber Kekejaman Komunis

Ideologi yang mengakibatkan malapetaka yang paling dasyat bagi kemanusiaan di abad yang baru saja kita tinggalkan adalah Komunisme. Komunisme, yang mencapai puncak sejarahnya oleh dua tokoh filsuf Jerman Karl Marx dan Friedrich Engels di abad 19, menumpahkan darah lebih banyak dibanding kaum Nazi dan imperialis. Dua orang ini adalah tokoh ateis tulen yang sangat membenci agama.

Akan tetapi Marx dan Engels memerlukan penjelasan atau pembenaran ilmiah bagi ideologi mereka agar dapat menarik simpati masyarakat luas. Sungguh menarik bahwa teori evolusi yang dikemukakan Darwin dalam buku The Origin of Species berisi penjelasan yang dicari-cari oleh Marx dan Engels. Darwin mengatakan bahwa makhluk hidup muncul sebagai hasil dari proses “perjuangan untuk mempertahankan hidup” atau “konflik dialektik”. Tambahan lagi, Darwin adalah seorang yang menolak adanya penciptaan dan mengingkari kepercayaan agama. Ini adalah kesempatan baik bagi Marx dan Engels yang tidak boleh dilewatkan.

Darwinisme memiliki kaitan yang sedemikian sangat penting dengan Komunisme sehingga beberapa bulan setelah buku Darwin terbit, Friedrich Engels menulis kepada Karl Marx, “Darwin, yang [bukunya] kini sedang saya baca, sungguh bagus.” Karl Marx lalu membalas surat Engels pada tanggal 19 Desember 1860, “Ini adalah buku yang berisi dasar berpijak pada sejarah alam bagi pandangan kita.” 8 Dalam sebuah surat yang ditulis Marx kepada Lassalle, seorang rekan sosialisnya, pada tanggal 16 Januari 1861, ia mengatakan, “Buku Darwin sangatlah penting dan membantu saya [meletakkan] landasan berpijak dalam ilmu alam bagi perjuangan kelas dalam sejarah.”

Lenin adalah sosok yang menjadikan proyek revolusi Komunis Karl Marx terealisasi melalui revolusi Bolshevik yang berhasil menggulingkan Tsar Rusia melalui kudeta bersenjata di bulan Oktober 1917. Setelah itu, Rusia menjadi ajang perang saudara antara kaum Komunis dan para pendukung Tsar Rusia selama sekitar tiga tahun. Tak berbeda dengan pendahulunya, Lenin adalah pengagum Darwinisme dan mengatakan, “Darwin telah membungkam kepercayaan bahwa spesies hewan dan tumbuhan tidak memiliki kaitan satu sama lain, kecuali secara kebetulan, dan bahwa mereka diciptakan oleh Tuhan, dan oleh karenanya tidak bisa mengalami perubahan.”

Trotsky boleh dibilang arsitektur paling penting dalam revolusi Bolshevik setelah Lenin. Ia pun tak lepas dari kekagumannya kepada Darwin, “Penemuan Darwin adalah kemenangan terbesar dialektika di segala aspek kehidupan”.
Setelah kematian Lenin di tahun 1924, Stalin, yang dianggap sebagai diktator paling berdarah-darah dalam sejarah dunia, menaiki tahta Partai Komunis. Di tangan Stalin, Komunisme tampak jelas sebagai sistem ideologi yang paling sadis. Sekitar 20 juta manusia tak berdosa mati di masa pemerintahan tangan besinya. Para sejarawan mengungkapkan bahwa kebrutalan ini memberikan kebahagiaan tersendiri baginya. Ia sangat bahagia ketika duduk di mejanya di Kremlin sambil membaca dengan seksama orang-orang yang mati di kamp-kamp konsentrasi ataupun yang telah tewas dieksekusi.

Hal yang menjadikannya jagal biadab adalah filsafat materialis yang diyakininya. Dalam perkataan Stalin sendiri, dasar berpijak utama filsafatnya adalah teori evolusi Darwin. Ia menjelaskan betapa pentingnya ia memegang pemikiran Darwin: “Tiga hal yang kita lakukan untuk menghormati akal para pelajar seminari kita. Kita harus ajarkan kepada mereka usia bumi, asal-muasal bumi, dan ajaran-ajaran Darwin.”

Satu lagi rejim komunis yang menjadikan Darwinisme sebagai pijakan ilmiah telah didirikan di China. Para pendukung komunis di bawah pimpinan Mao Tse Tung memegang kendali kekuasaan pada tahun 1949 setelah perang saudara yang berkepanjangan. Mao mendirikan rejim yang kejam dan opresif sebagaimana sekutunya, Stalin. Mao secara terang-terangan mengumumkan landasan filosofis sistem yang dibangunnya dengan mengatakan, “Sosialisme China dibangun di atas Darwin dan teori evolusi.”

Kapitalisme dan Seleksi Alam di Bidang Ekonomi

Istilah kapitalisme berarti kedaulatan kapital, sistem ekonomi bebas tanpa kendala yang didasarkan pada keuntungan, di mana masyarakat berkompetisi dalam batasan-batasan. Terdapat tiga elemen penting dalam kapitalisme: individualisme, kompetisi dan mengeruk kuntungan. Individualisme penting dalam kapitalisme, sebab manusia melihat diri mereka sendiri bukanlah sebagai bagian dari masyarakat, akan tetapi sebagai “individu-individu” yang sendirian dan harus berjuang sendirian untuk memenuhi dirinya sendiri. “Masyarakat kapitalis” adalah arena dimana para individu berkompetisi satu sama lain dalam kondisi yang sangat keras dan kasar. Ini adalah arena sebagaimana yang dijelaskan Darwin, dimana yang kuat akan tetap hidup, sedangkan yang lemah dan tak berdaya akan terinjak dan musnah, dan tempat dimana kompetisi yang sengit mendominasi. Mental kapitalis tidak merasakan adanya tanggung jawab etis atau hati nurani atas orang-orang yang terinjak-injak di bawah kaki mereka. Ini adalah Darwinisme yang dipraktekkan dalam masyarakat di bidang ekonomi

Dalam biografinya, Andrew Carnegie, seorang pemilik kapital utama di Amerika, menyatakan kepercayaannya pada evolusi dengan perkataannya, “Saya telah menemukan kebenaran evolusi.” 14 Dalam artikel Darwin’s Three Mistakes, ilmuwan evolusioner Kenneth J. Hsü, membongkar pemikiran Darwinis kaum kapitalis Amerika, termasuk pernyataan Rockefeller yang menyatakan bahwa, “pertumbuhan bisnis besar hanyalah sekedar [tentang kemampuan] individu yang kuat [untuk] tetap bertahan hidup; [hal] tersebut hanyalah cara kerja hukum alam.”

(Disarikan dari buku The Disasters Darwinism Brought to Humanity by Harun Yahya, Al-Attique Publisher Inc. Canada, 2001)

Disadur dari http:.//www.prayoga.net
saran dan kritik ke fadol_m@yahoo.com atau ke muhammadfadol@gmail.com


Read more!

Antara Zionisme Dan Yahudi

Antara Zionisme Dan Yahudi

Karya : Harun Yahya

Musim panas tahun 1982 menjadi saksi atas kebiadaban luar biasa yang menyebabkan seluruh dunia berteriak dan mengutuknya dengan keras. Tentara Isrel memasuki wilayah Lebanon dalam suatu serbuan mendadak, dan bergerak maju sambil menghancurkan sasaran apa saja yang nampak di hadapan mereka. Pasukan Israel ini mengepung kamp-kamp pengungsi yang dihuni warga Palestina yang telah melarikan diri akibat pengusiran dan pendudukan oleh Israel beberapa tahun sebelumnya. Selama dua hari, tentara Israel ini mengerahkan milisi Kristen Lebanon untuk membantai penduduk sipil tak berdosa tersebut. Dalam beberapa hari saja, ribuan nyawa tak berdosa telah terbantai.

Terorisme biadab bangsa Israel ini telah membuat marah seluruh masyarakat dunia. Tapi, yang menarik adalah sejumlah kecaman tersebut justru datang dari kalangan Yahudi, bahkan Yahudi Israel sendiri. Profesor Benjamin Cohen dari Tel Aviv University menulis sebuah pernyataan pada tanggal 6 Juni 1982:
Saya menulis kepada anda sambil mendengarkan radio transistor yang baru saja mengumumkan bahwa ‘kita’ sedang dalam proses ‘pencapaian tujuan-tujuan kita’ di Lebanon: yakni untuk menciptakan ‘kedamaian’ bagi penduduk Galilee. Kebohongan ini sungguh membuat saya marah. Sudah jelas bahwa ini adalah peperangan biadab, lebih kejam dari yang pernah ada sebelumnya, tidak ada kaitannya dengan upaya yang sedang dilakukan di London atau keamanan di Galilee…Yahudi, keturunan Ibrahim…. Bangsa Yahudi, mereka sendiri menjadi korban kekejaman, bagaimana mereka dapat menjadi sedemikian kejam pula? … Keberhasilan terbesar bagi Zionisme adalah de-Yahudi-isasi bangsa Yahudi. ("Professor Leibowitz calls Israeli politics in Lebanon Judeo-Nazi" Yediot Aharonoth, July 2, 1982)

Benjamin Cohen bukanlah satu-satunya warga Israel yang menentang pendudukan Israel atas Lebanon. Banyak kalangan intelektual Yahudi yang tinggal di Israel yang mengutuk kebiadaban yang dilakukan oleh negeri mereka sendiri.

Pensikapan ini tidak hanya tertuju pada pendudukan Israel atas Lebanon. Kedzaliman Israel atas bangsa Palestina, keteguhan dalam menjalankan kebijakan penjajahan, dan hubungannya dengan lembaga-lembaga semi-fasis di bekas rejim rasis Apartheid di Afrika Selatan telah dikritik oleh banyak tokoh intelektual terkemuka di Israel selama bertahun-tahun. Kritik dari kalangan Yahudi sendiri ini tidak terbatas hanya pada berbagai kebijakan Israel, tetapi juga diarahkan pada Zionisme, ideologi resmi negara Israel.

Ini menyatakan apa yang sesungguhnya terjadi: kebijakan pendudukan Israel atas Palestina dan terorisme negara yang mereka lakukan sejak tahun 1967 hingga sekarang berpangkal dari ideologi Zionisme, dan banyak Yahudi dari seluruh dunia yang menentangnya.

Oleh karena itu, bagi umat Islam, yang hendaknya dipermasalahkan adalah bukan agama Yahudi atau bangsa Yahudi, tetapi Zionisme. Sebagaimana gerakan anti-Nazi tidak sepatutnya membenci keseluruhan masyarakat Jerman, maka seseorang yang menentang Zionisme tidak sepatutnya menyalahkan semua orang Yahudi.
Asal Mula Gagasan Rasis Zionisme

Setelah orang-orang Yahudi terusir dari Yerusalem pada tahun 70 M, mereka mulai tersebar di berbagai belahan dunia. Selama masa ‘diaspora’ ini, yang berakhir hingga abad ke-19, mayoritas masyarakat Yahudi menganggap diri mereka sebagai sebuah kelompok masyarakat yang didasarkan atas kesamaan agama mereka. Sepanjang perjalanan waktu, sebagian besar orang Yahudi membaur dengan budaya setempat, di negara di mana mereka tinggal. Bahasa Hebrew hanya tertinggal sebagai bahasa suci yang digunakan dalam berdoa, sembahyang dan kitab-kitab agama mereka. Masyarakat Yahudi di Jerman mulai berbicara dalam bahasa Jerman, yang di Inggris berbicara dengan bahasa Inggris. Ketika sejumlah larangan dalam hal kemasyarakatan yang berlaku bagi kaum Yahudi di negara-negara Eropa dihapuskan di abad ke-19, melalui emansipasi, masyarakat Yahudi mulai berasimilasi dengan kelompok masyarakat di mana mereka tinggal. Mayoritas orang Yahudi menganggap diri mereka sebagai sebuah ‘kelompok agamis’ dan bukan sebagai sebuah ‘ras’ atau ‘bangsa’. Mereka menganggap diri mereka sebagai masyarakat atau orang ‘Jerman Yahudi’, ‘Inggris Yahudi, atau ‘Amerika Yahudi’.Namun, sebagaimana kita pahami, rasisme bangkit di abad ke-19. Gagasan rasis, terutama akibat pengaruh teori evolusi Darwin, tumbuh sangat subur dan mendapatkan banyak pendukung di kalangan masyarakat Barat. Zionisme muncul akibat pengaruh kuat badai rasisme yang melanda sejumlah kalangan masyarakat Yahudi.

Kalangan Yahudi yang menyebarluaskan gagasan Zionisme adalah mereka yang memiliki keyakinan agama sangat lemah. Mereka melihat “Yahudi” sebagai nama sebuah ras, dan bukan sebagai sebuah kelompok masyarakat yang didasarkan atas suatu keyakinan agama. Mereka mengemukakan bahwa Yahudi adalah ras tersendiri yang terpisah dari bangsa-bangsa Eropa, sehingga mustahil bagi mereka untuk hidup bersama, dan oleh karenanya, mereka perlu mendirikan tanah air mereka sendiri. Orang-orang ini tidak mendasarkan diri pada pemikiran agama ketika memutuskan wilayah mana yang akan digunakan untuk mendirikan negara tersebut. Theodor Herzl, bapak pendiri Zionisme, pernah mengusulkan Uganda, dan rencananya ini dikenal dengan nama ‘Uganda Plan’. Kaum Zionis kemudian menjatuhkan pilihan mereka pada Palestina. Alasannya adalah Palestina dianggap sebagai ‘tanah air bersejarah bangsa Yahudi’, dan bukan karena nilai relijius wilayah tersebut bagi mereka.

Para pengikut Zionis berusaha keras untuk menjadikan orang-orang Yahudi lain mau menerima gagasan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama mereka ini. Organisasi Yahudi Dunia, yang didirikan untuk melakukan propaganda masal, melakukan kegiatannya di negara-negara di mana terdapat masyarakat Yahudi. Mereka mulai menyebarkan gagasan bahwa orang-orang Yahudi tidak dapat hidup secara damai dengan bangsa-bangsa lain dan bahwa mereka adalah suatu ‘ras’ tersendiri; dan dengan alasan ini mereka harus pindah dan bermukim di Palestina. Sejumlah besar masyarakat Yahudi saat itu mengabaikan seruan ini.

Dengan demikian, Zionisme telah memasuki ajang politik dunia sebagai sebuah ideologi rasis yang meyakini bahwa masyarakat Yahudi tidak seharusnya hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. Di satu sisi, gagasan keliru ini memunculkan beragam masalah serius dan tekanan terhadap masyarakat Yahudi yang hidupnya tersebar di seluruh dunia. Di sisi lain, bagi masyarakat Muslim di Timur Tengah, hal ini memunculkan kebijakan penjajahan dan pencaplokan wilayah oleh Israel, pertumpahan darah, kematian, kemiskinan dan teror.

Banyak kalangan Yahudi saat ini yang mengecam ideologi Zionisme. Rabbi Hirsch, salah seorang tokoh agamawan Yahudi terkemuka, mengatakan:
‘Zionisme berkeinginan untuk mendefinisikan masyarakat Yahudi sebagai sebuah bangsa .... ini adalah sesuatu yang menyimpang (dari ajaran agama)’. (Washington Post, October 3, 1978)

Seorang pemikir terkemuka, Roger Garaudy, menulis tentang masalah ini:
Musuh terbesar bagi agama Yahudi adalah cara berpikir nasionalis, rasis dan kolonialis dari Zionisme, yang lahir di tengah-tengah (kebangkitan) nasionalisme, rasisme dan kolonialisme Eropa abad ke-19. Cara berpikir ini, yang mengilhami semua kolonialisme Barat dan semua peperangannya melawan nasionalisme lain, adalah cara berpikir bunuh diri. Tidak ada masa depan atau keamanan bagi Israel dan tidak ada perdamaian di Timur Tengah kecuali jika Israel telah mengalami “de-Zionisasi” dan kembali pada agama Ibrahim, yang merupakan warisan spiritual, persaudaraan dan milik bersama dari tiga agama wahyu: Yahudi, Nasrani dan Islam. (Roger Garaudy, "Right to Reply: Reply to the Media Lynching of Abbe Pierre and Roger Garaudy", Samizdat, June 1996)

Dengan alasan ini, kita hendaknya membedakan Yahudi dengan Zionisme. Tidak setiap orang Yahudi di dunia ini adalah seorang Zionis. Kaum Zionis tulen adalah minoritas di dunia Yahudi. Selain itu, terdapat sejumlah besar orang Yahudi yang menentang tindakan kriminal Zionisme yang melanggar norma kemanusiaan. Mereka menginginkan Israel menarik diri secara serentak dari semua wilayah yang didudukinya, dan mengatakan bahwa Israel harus menjadi sebuah negara bebas di mana semua ras dan masyarakat dapat hidup bersama dan mendapatkan perlakuan yang sama, dan bukan sebagai ‘negara Yahudi’ rasis.

Kaum Muslimin telah bersikap benar dalam menentang Israel dan Zionisme. Tapi, mereka juga harus memahami dan ingat bahwa permasalahan utama bukanlah terletak pada orang Yahudi, tapi pada Zionisme.
saran dan kritik ke fadol_m@yahoo.com atau di muhammadfadol@gmail.com
Daftar Pustaka :

Read more!

NU dan Muhammadiyah

NU dan MUHAMMADIYAH

NU dan Muhammadiyah adalah dua organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan mengantongi jumlah massa masing-masing puluhan juta. Keduanya mempunyai pengalaman kesejarahan amat kaya. Dan proses kristalisasi sejarah semakin mengutuhkan NU dan Muhammadiyah sebagai dua sosok organisasi sosial keagamaan yang disegani. Yang pertama sering disebut oleh para pengamat sejarah sebagi sebuah organisasi yang mewakili golongan Muslim tradisional, sedang yang kedua sering dikatakan sebagai sebuah perkumpulan yang mewakili kelompok Muslim modernis.

Tatkala Muhammadiyah sedang menyelenggarakan Sidang Tanwir (mulai tanggal 24 Januari dan berakhir pada tanggal 27 Januari 2002 yang bertempat di Denpasar Bali), maka tepat pada tanggal 31 Januari 2002 Nahdhatul Ulama (NU) merayakan ulang tahunnya yang ke-76. Inilah sebuah koinsidensi historis menarik yang terjadi awal tahun 2002 ini. Pertanyaannya kemudian, apakah sesuatu yang menarik itu juga merupakan hal penting dan signifikan. Jawabannya bisa dua, “ya” dan “tidak”.

Kalau dipandang dari dimensi “teks”nya semata, maka jelas koinsidensi historis itu merupakan peristiwa biasa yang normal terjadi, karena ia berlangsung secara kebetulan dan natural, tanpa ada disain dan rekayasa. Dengan demikian, tidak ada yang bisa diharapkan darinya. Namun, jika ditelaah dari sudut konteksnya, maka koinsidensi historis itu bisa diberi makna yang lebih strategis dan penting. Dan agaknya cukup tepat memaknai koinsidensi historis itu dari sudut pandang kontekstual ini.

NU dan Muhammadiyah adalah dua organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan mengantongi jumlah massa masing-masing puluhan juta. Keduanya mempunyai pengalaman kesejarahan amat kaya. Dan proses kristalisasi sejarah semakin mengutuhkan NU dan Muhammadiyah sebagai dua sosok organisasi sosial keagamaan yang disegani. Yang pertama sering disebut oleh para pengamat sejarah sebagi sebuah organisasi yang mewakili golongan Muslim tradisional, sedang yang kedua sering dikatakan sebagai sebuah perkumpulan yang mewakili kelompok Muslim modernis. Kalau NU lahir pada 31 Januari 1926, maka Muhammadiyah lahir lebih awal empat belas tahun, yaitu pada 18 Nopember 1912.

Melihat kematangan usianya yang telah melebihi usia kemerdekaan Republik Indonesia, keduanya jelas memiliki pengalaman interaksi dengan lanskap sejarah keindonesiaan yang lengkap dan utuh. Keduanya, meminjam istilah Mas Surya Paloh, merupakan organisasi tujuh zaman. Keduanya sama-sama pernah menjalani masa penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, revolusi kemerdekaan, Demokrasi Parlementer, Demokrasi Terpimpin, Orde Baru, dan sekarang era Reformasi. Dilihat dari sudut historisitasnya, keduanya telah berperan cukup besar bagi kelangsungan eksistensi Indonesia, tentunya dengan mengecualikan fase-fase tertentu dimana langit-langit politik memang tak memberikan peluang bagi keduanya untuk tampil sebagai pemain garda depan. Dan dengan tipologi yang dimiliki masing-masing, keduanya telah memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam pengisian nilai-nilai religius ke dalam lokus keindonesiaan.

Pada optik itulah, koinsidensi historis NU-Muhammadiyah yang terjadi ini memiliki makna penting. Setelah melalui perjalanan panjang dengan segala suka dukanya, maka kebersamaan waktu antara Sidang Tanwir Muhammadiyah dan ulang tahun NU ke-76 inipun bisa dijadikan sebagai titik pijak untuk mengoptimalkan secara serius (bukan semu) peran keduanya dalam konteks sosio-kultural. NU dan Muhammadiyah kini perlu untuk memfokuskan dan mengorientasikan diri pada kerja-kerja kultural secara lebih maksimal.

Optimalisasi kerja kultural itu dapat dilakukan sekurang-kurangnya dalam lima bentuk. Pertama, baik NU maupun Muhammadiyah secara kelembagaan tidak perlu lagi menempatkan politik sebagai kepentingan tujuan yang dominan. NU dengan kredonya “Kembali ke Khithah 1926” dan Muhammadiyah dengan slogannya “High Politics” atau “Politik Luhur”, perlu semakin dimantapkan sebagai visi dan cita pergerakan kultural, tanpa perlu terjebak pada pemenuhan kepentingan-kepentingan politik yang bersifat jangka pendek, tentatif, dan sesaat.

Keduanya mesti mengkonsentrasikan gerakannya pada penggarapan masalah sosial keagamaan, yang beberapa waktu lalu sempat terhenti akibat gonjang-ganjing politik nasional yang telah memecah konsentrasi sebagian besar para petinggi kedua organisasi ini. Sekarang tiba saatnya bagi keduanya untuk bisa bekerja sama dalam jalur-jalur pergerakan kultural.

Untuk sampai ke arah itu, diperlukanlah keberanian moral untuk mengakhiri dan menyudahi polarisasi politik antara NU dan Muhammadiyah yang selama ini terjadi. Dalam konstelasi yang paling kontemporer, misalnya, masing-masing perlu menarik garis demarkasi yang tegas antara NU dengan PKB, dan Muhammadiyah dengan PAN. Ini penting dikemukakan, karena walaupun secara formal-institusional antara NU dengan PKB dan Muhammadiyah dengan PAN tidak mempunyai hubungan, namun pertengkaran yang pernah terjadi antara Abdurrahman Wahid (PKB) dan Amin Rais (PAN) bagaimanapun telah menyebabkan NU dan Muhammadiyah berada dalam ketegangan dan hubungan yang tidak mesra.

Dalam konteks itu, penegasan kembali oleh Syafi’ie Ma’arif dalam Sidang Tanwir di Denpasar Bali bahwa Muhammadiyah tidak memiliki hubungan organisasitoris dengan partai manapun, dan Muhammadiyah tidak akan memasuki wilayah kekuasaan (Kompas, 28/1/2002) perlu mendapatkan apresiasi yang cukup.

Begitu juga, walaupun menyulut kegeraman Ketua Dewan Syura PKB Abdurrahman Wahid, ketidakhadiran Hasyim Muzadi dan Sahal Mahfudz (masing-masing sebagai Ketua Umum dan Rais ‘Am PBNU) dalam MLB PKB versi Alwi Shihab di Yogyakarta beberapa hari yang lalu, saya kira merupakan awal yang baik untuk menjaga netralitas dan independensi NU berhadapan dengan berjibun partai politik, sehingga NU tetap berada di garis orbitnya (Khithah 1926), setelah sepanjang 1999-2001 seluruh energinya terkuras habis untuk megamankan posisi Gus Dur dari kursi kepresidenannya.

Hubungan NU dengan PKB atau PAN dengan Muhammadiyah cukuplah dimaknakan dalam hubungan historis-kesejarahan. PKB didirikan oleh PBNU yang waktu itu diketuai oleh Abdurrahman Wahid, dan kemunculan PAN tak terlepas dari andil besar mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Amin Rais.

Secara lebih jauh, penarikan garis demarkasi yang tegas antara NU dengan PKB atau Muhammadiyah dengan PAN merupakan langkah strategis, agar NU dan Muhammadiyah bisa optimal bekerja pada gerakan pemberdayaan civil society (istilah yang populer di kalangan NU) atau masyarakat madani (istilah yang nge-trend di kalangan Muhammadiyah). Pilihan inilah yang paling ideal, meskipun oleh sebagian politisi Islam akan dinilai tidak strategis dan realistis. Namun, seharusnyalah baik NU maupun Muhammadiyah tetap mengutamakan yang ideal tersebut, dan tidak begitu saja terjebak pada kubangan politik praktis yang bersifat tentatif dan fluktuatif. Tegasnya, kedua organisasi ijtima’iyah-diniyah ini dituntut untuk mencadangkan diri sebagai wahana penciptaan dan pemberdayaan masyarakat sipil (civil society).

Kedua, merumuskan agenda aksi bersama pada tingkat praksis di lapangan untuk menggiatkan kreativitas ekonomi rakyat. Sebab, telah cukup lama warga NU dan Muhammadiyah berada dalam proses peminggiran yang tak ketulungan. Ambil contoh, warga NU yang tinggal di desa-desa dan anggota Muhmmadiyah yang berada di perkotaan telah dipertemukan dalam suratan yang sama, yaitu marginalisasi ekonomi. Tengoklah, para petani yang tanahnya terampas, penggusuran rumah pemukiman miskin (slum) di kota, para pedagang batik dan kretek yang kelimpungan. Kurangnya perhatian terhadap kelompok tertindas itu, menyebabkan mereka semakin terpojok berada di periferi secara ekonomi.

Ketiga, sama-sama merumuskan agenda masing-masing yang pada suatu ketika diarahkan pada pembentukan konvergensi--terutama dalam kerangka peningkatan sumberdaya manusia. Untuk membenahi sistem pendidikan di pesantren-pesantren milik warga NU, misalnya, para pengasuh pesantren tidak perlu malu-malu dan segan untuk meminta masukan bahkan belajar banyak dari kesuksesan Muhammadiyah dalam bidang pengelolaan lembaga pendidikan. Kita tahu, lembaga-lembaga pendidikan milik Muhammadiyah mulai dari tingkat TK hingga perguruan tinggi banyak mendapatkan pengakuan dari publik. Begitu juga, bagi Muhammadiyah. Untuk mengatasi kelangkaan para ulama yang mampu merujuk dan mengakses pada khazanah intelektual keislaman klasik, maka tidak mengapa jika Muhammadiyah memasoknya dari NU yang konon sudah kelebihan stok untuk itu, paling tidak hingga saat ini.

Keempat, memikirkan secara lebih serius mekanisme komunikasi yang produktif di antara kedua organisasi Islam terbesar itu untuk mencari titik-titik temu fundamental dan menghindari titik-titik pecah permukaan. Sebab, antara kedua organisasi keagamaan terbesar itu, sesungguhnya memang tidak ada perbedaan yang menyolok. Secara teologis, misalnya, antara keduanya ditemalikan dalam dasar-dasar dan konsep-konsep fundamental keagamaan yang sama. Tak dapat diragukan bahwa keduanya adalah termasuk golongan Muslim Sunni, yang melaksanakan pokok-pokok keimanan dan sendi-sendi ibadah yang sama. Perbedaan keduanya hanya menyangkut masalah furu’iyah yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Namun, dalam sejarahnya, masa`il furu’iyah inilah yang seringkali memacetkan jalur komunikasi antarwarga dua ormas ini

Kelima, sama-sama mengorientasikan diri ke arah pencarian jawaban atas krisis-krisis sosial, kultural, ekonomi, dan politik yang sedang melanda bangsa ini. Sebab, akutnya kemelut yang melanda bangsa Indonesia hari ini agaknya tidak bisa dipasrahkan penyelesaiannya hanya kepada tangan negara. Di sini, NU- Muhammadiyah yang warganya paling dahsyat tertimpa badai krisis itu--mulai dari krisis ekonomi, sosial hingga krisis politik--harus mengorientasikan dan memfokuskan program kerjanya secara sungguh-sungguh pada advokasi dan pemberdayaan warganya. Seruan keprihatinan beberapa waktu yang lalu oleh para tokoh agama-agama yang juga menyertakan tokoh NU (Hasyim Muzadi) dan Muhammadiyah (Syafi’i Ma’arif) bahwa Indonesia sedang berada di ambang kebangkrutan dan kehancuran, harus segera dilanjutkan kepada kerja-kerja yang lebih konkret.

Jika kelima hal di atas dilaksanakan, koinsidensi historis yang terjadi antara NU dan Muhammadiyah ini boleh jadi akan memiliki bobot sejarah yang dalam dan strategis. Sehingga, NU-Muhammadiyah akan dapat menatap masa depan dengan cerah, tanpa terbelenggu oleh beban-benan sejarah masa lalu yang telah menjerumuskan kedua ormas ini kedalam pertikaian dan perseteruan yang tidak perlu.
Saran dan kritik untuk perbaikan semua posting saya dapat ditujukan ke : Fadol_m@yahoo.com atau ke muhammadfadol@gmail.com
Daftar Pustaka :

Read more!

Minggu, 24 Mei 2009

Perkembangan Fisik dan Psikis Remaja

PERKEMBANGAN FISIK DAN PSIKIS REMAJA

Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 12 – 21 tahun, dimasa perkembangan ini remaja akan mengalami periode perkembangan fisik dan psikis sebagai berikut :

A. Masa Pra Pubertas ( usia 12 – 13 tahun)

Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan laki-laki. Pada masa ini, terjadi perubahan besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormone seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja.

Disamping itu, perkembangan intelektualitas yang sangat pesat juga terjadi pada fase ini. Akibatnya, remaja cenderung bersikap suka mengkritik (karena merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk perkembangan ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai “Hero” atau pujaanya. Perilaku ini akan diikuti dengan meniru segala yang dilakukan oleh pujaannya, seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan kebisaaan hidup pujaan tersebut.

Selain itu, pada masa ini remaja juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi oleh orang tua sebagai pembangkangan. Remaja tidak ingin diperlakukan sebagai anak kecil lagi. Mereka lebih senang dengan bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Mereka juga semakin berani menentang tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak atau kurang berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka tidak beralasan, seperti tidak boleh mampir ke tempat lain selepas sekolah, dan sebagainya. Mereka akan semakin kehilangan minat untuk bergabung dalam kelompok sosial yang formal, dan cenderung bergabung dengan teman-teman pilihannya. Misalnya mereka akan memilih main ke tempat teman karibnya dari pada bersama keluarga berkunjung ke rumah saudara.

Tapi, pada saat yang sama, mereka juga butuh pertolongan dan bantuan yang selalu siap sedia dari orang tuanya, jika mereka tidak mampu menjelmakan keinginannya. Pada saat ini adalah saat kritis. Jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan psikisnya untuk mengatasi konflik yang terjadi saat itu, remaja akan mencarinya dari orang lain. Orang tua harus ingat, bahwa masalah yang dihadapi remaja, meskipun bagi orang tua itu masalah sepele, tetapi bagi remaja itu adalah masalah yang sangat berat. Orang tua tidak boleh berfikir, “Ya ampun.. itu kan hal kecil, masa kamu tidak bisa menyelesaikannya ? bodoh sekali kamu ! “, dan sebagainya. Tetapi perhatian seolah-olah orang tua mengerti bahwa masalah itu berat sekali bagi remajanya, akan terekam dalam otak remaja itu bahwa orang tuanya adalah jalan keluar yang terbaik baginya. Ini akan mempermudah orang tua untuk mengarahkan perkembangan psikis anaknya.

B. Masa Pubertas ( usia 14 – 16 tahun )

Masa ini disebut juga dengan masa remaja awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisikya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wantia ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pria ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal pengenalan diri atau gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus gay dan lesbi banyak diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini.

Disamping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan, dan daya tarik seksual. Karena kebingungan mereka ditambah labilnya emosi akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya, remaja sukar diselami perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang lembut. Kadang suka melamun, di lain waktu dia begitu ceria. Perasaan sosial remaja dimasa ini semakin kuat, dan mereka bergabung dengan kelompok-kelompok yang disukainya dan membuat peraturan-peraturan dengan pikirannya sendiri.

C. Masa akhir Pubertas ( usia 17 – 18 tahun )

Pada masa ini, remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan dapat menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung sangat singkat. Pada remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat dari pada remaja pria, sehingga proses kedewasaan remaja putrid lebih cepat dicapai dibandingkan remaja pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya, namum kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya.

D. Masa Adolesen ( usia 19 – 21 tahun )

Pada periode ini remaja sudah mencapai kematangan yang sempurna, baik segi fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealism yang didapat dari pikiran mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah dari pada menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifat yang menonjol akan terlihat jelas pada fase ini.
Dengan mengetahui perkembangan dan ciri-ciri usia remaja diharapkan para orangtua, pendidik dan remaja itu sendiri memahami hal-hal yang harus dilalui pada masa remaja ini sehingga bila remaja diarahkan dan dapat melalui masa remaja ini dengan baik maka pada masa selanjutnya remaja akan tumbuh sehat kepribadian dan jiwanya.

Apabila orang tua merasa cemas terhadap anak remajanya, maka hendaknya orang tua bertanya pada diri sendiri apakah perilaku mencemaskan itu adalah perilaku yang normal pada anak remaja, misalnya pemurung, suka melawan, lebih sering sendiri atau bersama teman-temannya dari pada bersama orang tuanya, maka bisa dikatakan bahwa anak remaja tersebut ingin menunjukkan bahwa ia berbeda dengan orang tuanya.
Daftar Pustaka :
Dari berbagai sumber dengan perubahan seperlunya
Kritik dan saran dapat ditujukan ke e-mail : fadol_m@yahoo.com atau ke muhammadfadol@gmail.com

Read more!

Jumat, 22 Mei 2009

ALIRAN PEMIKIRAN ISLAM

ALIRAN PEMIKIRAN ISLAM


Materi pekimiran islam sempat menjadi perdebatan, secara garis besar kita dapat membedakan 3 (tiga) bidang pemikiran islam, yaitu: Aliran Kalam (Teologi), Aliran Fiqih, dan Aliran Tasawuf. Pada kesempatan ini, kita membicarakan 3 (tiga) bidang pemikiran tersebut dengan pendekatan kronologis yang terdapat dalam sejarah islam.

A. ALIRAN-ALIRAN KALAM

Agama islam yang diyakini sebagai agama “Rahmatan Lil A’lamiin” oleh penganutnya ternyata tidak selamanya bersifat positif. Salah satu buktinya adalah adanya tahkim. Peristiwa inilah yang membuat islam menjadi terpecah, paling tidak ada 3 kelompok, yaitu :

Pendukung Mu’awiyah diantaranya Amr Bin Ash.
Pendukung Ali Bin Abi Thalib, diantaranya Musya Al-Asyari.
Umat islam yang membelot/menentang terhadap Ali Bin Abi Thalib (Khawarij), pelopornya adalah A’tab bin A’war, Urwah bin Jarir. (Al-Syahrastani : 114-6).

Khawarij memiliki ajaran memiliki ajaran dan menjadi ciri utama ajaran ini, yaitu ajaran tentang pelaku dosa besar (Murtakib Al-Kabair).

Menurut aliran ini, orang-orang yang terlibat dan menyetujui hasil hakim telah melakukan dosa besar, orang yang telah melakukan dosa besar menurut pandangan mereka berarti telah kafir, kafir setelah memeluk islam berarti murtad dan orang murtad halal dibunuh, berdasarkan sebuah hadits Nabi Muhammad SAW : “Man Baddala Dinah faktuluuh”. Oleh karena itu mereka memutuskan untuk membunuh Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Amr bin Ash dan sahabat-sahabat lain yang yang menyetujui tahkim, namun yang berhasil yang mereka bunuh hanya Ali bin Abi Thalib. Disamping itu mereka mencela Umar bin Khattab, orang-orang yang terlibat dalam perang Jama dan perang siffin (Al-Syahrastani : 117)

Kesimpulannya mereka beranggapan kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang “diperintahkan” oleh agama, bagi mereka pembunuhan terhadap orang-orang yang dinilai telah kafir adalah “ibadah”. Khawarij merupakan aliran teologi pertama dalam islam.
Amir Al-Najjar (1990:59) berkesimpulan bahwa penyebab tumbuh dan berkembangya aliran kalam adalah pertentangan dalam bidang politik, yakni Imamah dan Khilafah.

- Khawarij terpecah menjadi 8 subsekte : “Al-Muhakkimah Al-Ula, Al-Azariqoh, Al-Najdat, Al-Baihasiyyah, Al-Ajaridah, Al-Isa’alabah, Al-Ibadiyyah dan Al-Shufriyyah.
- Al-Ajaridah terpecah menjadi 7 subsekte kecil yaitu Al-Shalatiyyah, Al-Ma’badiyyah, Al-Rusyaidiyyah, Al-Syaibaniyyah, Al-Mukramiyyah Al-Ma’lumiyyah wa Al-Majhuliyyah dan Al-Bid’iyyah.
- Al-Bid’iyyah terpecah menjadi 3 subsekte kecil, sedangkan Amir Al-Najjar (1990:145-65) hanya membagi khawarij menjadi 5 subsekte.

Kelompok Murji’ah yang dipelopori oleh Ghilam Al-Dimasyqi berpendapat mereka bersifat netral dan tidak mau mengkafirkan para sahabat yang terlambat dan menyetujui tahkim dalam ajaran aliran ini, orang islam yang melakukan dosa besar tidak boleh dihukum kedudukannya dengan hukum dunia. Mereka tidak boleh ditentukan akan tinggal di neraka atau di surga, kedudukan mereka ditentukan di akhirat.

Dan bagi mereka Iman adalah pengetahuan tentang Allah secara mutlak. Sedangkan kufur adalah ketidaktahuan tentang Tuhan secara mutlak, iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang. Imam Al-Syahrastani menjelaskan bahwa Murji’ah terbagi menjadi 6 subsekte.

Qodariah adalah aliran yang memandanga bahwa manusia memiliki kekuatan (qudrah) untuk menentukan perjalanan hidupnya dan untuk mewujudkan perbuatannya.

Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidup dan mewujudkan perbuatannya. Mereka hidup dalam keterpaksaan (Jabbar).

Dengan demikian kita sudah mengenal 4 aliran kalam, yaitu Khawarij, Murji’ah, Qadariyah dan Jabariyah. Qadariyah dan Jabariyah pada dasarnya lebih mendekati paham, bukan aliran, sesab kedua ajaran itu karena yang bersifat antroposentris dan bersifat teosentris disebarkan oleh penganut Khawarij.
Setelah 4 aliran itu, muncul aliran yang berdasarkan Analisis Filosofis, kelompok ini banyak menggunakan kekuatan akal sehingga diberi gelar “Kaum Rasionalis Islam” dan dikenal dengan nama “Muktazilah” yang didirikan oleh Washil bin Atha.

Ajaran pokok aliran Muktazilah adalah panca ajaran atau Pancasila Muktazilah, yaitu :
1. Ke-Esaan Tuhan (Al-Tauhid)
2. Keadilan Tuhan (Al-Adl)
3. Janji dan ancaman (Al-Wa’d wa Al-Wa’id)
4. Posisi antara 2 tempat (Al-Manzilah bainal Manzilatain)
5. Amar ma’ruf nahi munkar (Al-Amr bil Ma’ruf wa An-Nahy’an Al-Munkar)

Aliran ini ditentang oleh orang Muktazilah itu sendiri yang kemudian membentuk aliran Aswaja Imam Al-Asy’ari, menurut Abu Bakar Ismail Al-Qairawani adalah seorang penganut muktazilah selama 40 tahun, kemudian menyatakan diri dari muktazilah. Setelah itu mengembangkan ajaran yang merupakan counter terhadap gagasan-gagasan muktazilah yang dikenal dengan aliran Aswaja. Dalam perkembangannya aliran aswaja tidak sepenuhnya sejalan dengan gagasan Imam Al-Asy’ari.

Para pelanjutnya adalah Imam Abu Manshur Al-Maturidi mendirikan aliran Matudiriyah. Imam Al-Maturidi mempunyai pengikut yaitu Al-Bazdawi yang pemikirannya tidak sejalan dengan gurunya. Oleh karena itu para ahli menjelaskan bahwa maturidiyah terbagi menjadi 2 golongan, yaitu golongan Samarkand (pengikut Al-Maturidi) dan golongan Bukhara (pengikut Imam Badzawi).

Dengan demikian kita telah mengenal sejumlah aliran kalam yaitu Khawarij, Murji’ah, Qadariyah, Jabariyah, Muktazilah dan Aswaja yang terdiri dari 3 subsekte yaitu Asy’ariyah, Maturidiah Samarkand dan Maturidiah Bukhara.

Aliran kalam terakhir oleh Ibnu Taimiyah adalah Aliran Salafi. Aliran ini tidak sejalan dengan aliran aswaja, karena aswaja menggunakan logika dalam menjelaskan teologi.

B. ALIRAN-ALIRAN FIQIH

Secara histories, hukum islam telah menjadi 2 aliran pada zaman sahabat Nabi Muhammad SAW. Dua aliran tersebut adalah Madrasat Al-Madinah dan Madrasat Al-Baghdad/Madrasat Al-Hadits dan Madrasat Al-Ra’y.

Aliran Madinah terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di Madinah, aliran Baghdad/kuffah juga terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di kota tersebut.

Atas jasa sahabat Nabi Muhammad SAW yang tinggal di Madinah, terbentuklah Fuqaha Sab’ah yang juga mengajarkan dan mengembangkan gagasan guru-gurunya dari kalangan sahabat. Diantara fuqaha sab’ah adalah Sa’id bin Al-Musayyab. Salah satu murid Sa’id bin Al-Musayyab adalah Ibnu Syihab Al-Zuhri dan diantara murid Ibnu Syihab Al-Zuhri adalah Imam Malik pendiri aliran Maliki. Ajaran Imam Maliki yang terkenal adalah menjadikan Ijma dan amal ulama madinah sebagai hujjah.
Dan di Baghdad terbentuk aliran ra’yu, di Kuffah adalah Abdullah bin Mas’ud, salah satu muridnya adalah Al-Aswad bin Yazid Al-Nakha’I salah satu muridnya adalah Amir bin Syarahil Al-Sya’bi dan salah satu muridnya adalah Abu Hanifah yang mendirikan aliran Hanafi. Salah satu ciri fiqih Abu Hanifah adalah sangat ketat dalam penerimaan hadits. Diantara pendapatnya adalah bahwa benda wakaf boleh dijual, diwariskan, dihibahkan, kecuali wakaf tertentu. Karena ia berpendapat bahwa benda yang telah diwakafkan masih tetap milik yang mewakafkan.

Murid Imam Malik dan Muhammad As-Syaibani (sahabat dan penerus gagasan Abu Hanifah) adalah Muhammad bin Idris Al-Syafi’I, pendiri aliran hukum yang dikenal dengan Syafi’iyah atau aliran Al-Syafi’i. Imam ini sangat terkenal dalam pembahasan perubahan hukum Islam karena pendapatnya ia golongkan menjadi Qoul Qodim dan Qoul Jadid.

Salah satu murid Imam Syafi’i adalah Ahmad bin Hanbal pendiri aliran Hanbaliyah. Disamping itu masih ada aliran zhahiriyah yang didirikan oleh Imam Daud Al-Zhahiri dan aliran Jaririyah yang didirikan oleh Ibnu Jarir Al-Thabari.

Dengan demikian, kita telah mengenal sejumlah aliran hukum islam yaitu Madrasah Madinah, Madrasah Kuffah, Aliran Hanafi, Aliran Maliki, Aliran Syafi’I, Aliran Hanbali, Aliran Zhahiriyah dan Aliran Jaririyah. Tidak dapat informasi yang lengkap mengenai aliran-aliran hukum islam karena banyak aliran hukum yang muncul kemudian menghilang karena tidak ada yang mengembangkannya.

Thaha Jabir Fayadl Al-Ulwani menjelaskan bahwa mazdhab fiqih islam yang muncul setelah sahabat dan kibar At-Tabi’in berjumlah 13 aliran, akan tetapi tidak semua aliran itu dapat diketahui dasar dan metode istinbath hukum yang digunakannya.

Berikut pendiri aliran-aliran tersebut :
1. Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar Al-Bashri
2. Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin Zuthi
3. Al-Uza’i ‘Abu Amr A’bd Al-Rahmat bin ‘Amr bin Muhammad
4. Sufyan bin Sa’id bin Masruq Al-Tsauri
5. Al-Laits bin Sa’d
6. Malik bin Anas Al-Bahi
7. Sufyan bin U’yainah
8. Muhammad bin Idris
9. Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
10. Daud bin Ali Al-Ashbahani Al-Baghdadi
11. Ishaq bin Rahawaih
12. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al-Kalabi

Aliran hukum islam yang terkenal dan masih ada pengikutnya hingga sekarang hanya beberapa aliran diantaranya Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanbaliyah, akan tetapi yang sering dilupakan dalam sejarah hukum islam adalah bahwa buku-buku sejarah hukum islam cenderung memunculkan aliran-aliran hukum yang berafiliasi dengan aliran sunni, sehingga para penulis sejarah hukum islam cenderung mengabaikan pendapat khawarij dan syi’ah dalam bidang hukum islam.

C. ALIRAN-ALIRAN TASAWUF

Para penulis ajaran tasawuf, termasuk Harun Nasution, memeperkirakan adanya unsure-unsur ajaran non-islam yang mempengaruhi ajaran tasawuf. Unsur-unsur yang dianggap berpengaruh pada ajaran tasawuf adalah kebiasaan rahib Kristen yang menjauhi dunia dan kesenangan materi. Pada dasarnya tasawuf merupakan ajaran tentang Al-Zuhd (Zuhud), kemudian ia berkembang dan namanya diubah menjadi tasawuf dan pelakunya disebut shufi. Zahid yang pertama adalah Al-Hasan A-Basir. Dia pernah berdebat dengan Washil bin Atha’ dalam bidang teologi, ia berpendapat bahwa orang mu’min tidak akan bahagia sebelum berjumpa dengan Tuhan. Zahid dari kalangan perempuan adalah Rabi’ah Al-Adawiyah dari Basrah, ia menyatakan bahwa ia tidak bisa membenci orang lain, bahkan tidak dapat mencintai Nabi Muhammad SAW, karenya cintanya hanya untuk Allah SWT.
Metode tasawuf dibagi menjadi 3 (tiga), Tahallia, adalah pengisian diri untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, Takhalli adalah pengosongan diri sufi, sedangkan Tajalli adalah penyatuan diri dengan Tuhan.

Disamping itu, dalam ajaran para sufi dikatakan bahwa Tuhan pun tidak berkehendak untuk menyatu dengan manusia. Suatu keadaan mental yang diperoleh manusia tanpa bias diusahakan disebut Hal-Ahwal.

Rabiah merumuskan kedekatannya dengan Tuhan dalam Mahabbah, dengan demikian ada hubungan timbal balik antara sufi dengan Tuhan.
Kritik dan saran dapat ditujukan ke :
2. muhammadfadol@gmail.com

Read more!

METODE PENDIDIKAN MUSLIM

METODE PENDIDIKAN MUSLIM


Kitab suci agama Yahudi dan Kristen nyaris telantar oleh tangan orang­orang yang semestinya diharapkan jadi pembela setia. Jika dalam bab-bab sebelumnya kita bermaksud hendak membiasakan sikap kaum muslimin terhadap Al-Qur'an dan Sunnah, karena penghargaannya, mungkin mereka kurang mampu menikmati kepuasaan melainkan setelah membandingkan dengan Kitab Injil. Pembahasan secara mendasar mengenai metode pendidikan umat Islam dirasa perlu-sebuah ilmu unik dan tak ada yang menyaingi hingga hari ini serta amat penting dalam pemeliharaan Al-Qur'an dan Sunnah berlandaskan iman sesuai dengan kehendak Allah

"Sesungguhnya Kami telah turunkan Al-Qur'an, dan Kami akan memeliharanya"2

Karena Al-Qur'an secara tegas menyebut adanya kerusakan kitab-kitab itu dari dalam, maka komunitas Muslim merasakan betapa pentingnya memagari AI-Qur'an dari segala pengaruh yang meragukan. Sepanjang sejarah Islam para penghafal Al-Qur'an, huffaz, memiliki keutuhan tekad menyimpan isi kitab Al-Qur'an sepenuhnya ke dalam hati yang jumlahnya mencapai jutaan sejak kelompok remaja hingga orang tua, jadi tulang punggung dalam peme­liharaan ini; suatu keadaan yang tak pernah terjadi pada Kitab Taurah dan Injil dan bahkan sikap kehati-hatian tidak terhenti sebatas itu.
Menulis sebuah buku dengan nama samaran adalah teramat mudah, apa lagi dalam dunia literatur penggunaan nama pena sudah jadi masalah yang lumrah. Demikian pula, suatu hal yang mungkin terjadi mengubah karya orang lain yang kemudian diterbitkan kembali atas nama pengarang sesungguhnya.Masalahnya, bagaimana kejahatan perbuatan seperti itu dapat dicegah? Dalam mencari jawaban, kaum Muslimin telah merancang solusi sejak dahulu, membuat satu sistem yang tahan uji dan telah beroperasi selama delapan atau sembilan abad; hanya karena melemahnya Islam di pentas politik, sistem itu terhenti dan bahkan cenderung terabaikan. Mengkaji ulang sistem ini berarti memasuki wilayah sentral tentang proses belajar dan mengajar tentang ilmu Islam.

1. Kehausan Sumber Informasi

Sebelum Islam muncul, tak ada sumber yang mencatat akan adanya buku bahasa Arab di semenanjung Arabia. Sebenarnya Al-Qur'an merupakan buku pertama berbahasa Arab di mana iqra' (berarti: bacalah!) merupakan pembuka kata yang diwahyukan. Dengan silabe ungkapan itu menandai bahwa pencarian ilmu telah menjadi satu kemestian: menghafal sekurang-kurangnya beberapa surah terlepas apakah ia orang Arab atau bukan guna melaksanakan shalat sehari semalam. Sejarah juga mencatat, saat Rasulullah sampai di Madinah, beliau segera memenuhi keperluan ini mengatur persekolahan3 dan minta setiap yang berilmu walau masih minim (ballighu `anni walaw ayah) agar menyampaikan pada yang lain. Enam puluh penulis wahyu yang bekerja di bawah pengawasan Nabi Muhammad saw. dijadikan upeti dalam memerangi kej ahilan.4
Di zaman kekuasaan para Khalifah, terutama tiga orang pertama se­hingga tahun 35 hijrah, Madinah berfungsi sebagai pusat agama, militer, ekonomi, dan administrasi negara Islam yang pengaruhnya merebak hingga menembus sejak dari Afghanistan ke Tunisia, Turki selatan hingga Yaman, dan Muscat hingga ke Mesir. Arsip-arsip yang begitu banyak mengenai segi-segi pemerintahan dibangun, dikelompokkan, dan disimpan di Bayt al-Qaratis (rumah arsip)5 pada masa pemerintahan `Uthman. Ilmu administrasi, hukum keagamaan, strategi politik dan kemiliteran, serta semua hadith Nabi di­sampaikan pada generasi penerus melalui sistem yang sedemikian unik.6

2. Hubungan Ptibadi: Unsur Penting dalam Sistem Pengajaran

Waktu merupakan referensi penting dalam semua kejadian: dahulu, kini, dan mendatang. Waktu sekarang secara otomatis akan menjadi bagian dari masa lampau; yang balk saja berlalu, la akan hilang begitu saja. Kebanyakan peristiwa masa lampau akan lepas dari genggaman dan bahkan tak mungkin dapat diraba, dan jika peristiwa itu mendekat pada kita secara tidak langsung (seperti melalui bahan tertulis), maka akurasi berita akan jadi puncak perhatian kita. Saat Rasulullah memasuki episode sejarah, pemeliharaan Kitab Al-Qur'an dan Sunnah menjadi tanggung jawab para sahabat, di mana komunitas Muslim mampu membuat satu konstruksi keilmuan yang begitu njelimet dalam me­ngurangi ketidakpastian yang menjadi sifat dari sistem pengalihan ilmu pengetahuan. Sistem ini didasarkan pada hukum kesaksian.
Pikirkanlah pernyataan sederhana ini: A meneguk air dari cangkir saat ia berdiri. Walaupun kita tahu keberadaan orang tersebut namun guna mengesahkan kebenarannya, hanya dengan mengandalkan penalaran otak dirasa tidak memungkinkan. Barangkali A tidak minum air sama sekali, atau mungkin minum dengan menelengkupkan tangan, bahkan mungkin melakukannya sewaktu la duduk; semua kemungkinan itu tidak dapat dimasukkan sekadar melalui kesimpulan. Maka, permasalahan yang ada tergantung pada sikap kejujuran pembawa berita serta ketelitian seorang yang mengamati. Oleh sebab itu, C, seorang pendatang baru yang tidak tahu duduk masalahnya, untuk melacak berita itu ia akan berpijak pada cerita saksi mata B. Guna melaporkan kejadian itu pada pihak lain, C harus menentukan sumber berita sehingga kejujuran pernyataan di atas akan bergantung pada:
Ketelitian B dalam mengamati kejadian, dan kebenarannya dalam membuat laporan.
Ketelitian C dalam memahami informasi serta kebenarannya dalam men­ceritakan pada yang lain.
Membuat spekulasi kehidupan pribadi B dan C pada umumnya tidak me­narik minat para pakar kritik dan sejarah, namun para ilmuwan Muslim melihat permasalahan yang ada dari sisi pandangan yang berbeda. Menurut pendapat mereka, seseorang yang membuat pernyataan mengenai A sebenarnya sedang membuat kesaksian terhadap apa yang telah dilakukannya. Demikian juga, C sebenarnya membuat kesaksian terhadap perilaku B, dan seterusnya, di mana setiap orang membuat kesaksian terhadap pendahulu yang tergabung dalam jaringan mata rantai riwayat. Dengan memberi pengesahan terhadap laporan tersebut berarti membuat kajian kritis terhadap semua pihak yang tergabung dalam rangkaian riwayat.

3. Permulaan dan Perkembangan Sistem Isnad.

Metode ini merupakan genetika lahirnya sistem isnad. la bermula sejak zaman Rasulullah yang kemudian merebak menjadi ilmu tersendiri pada akhir abad pertama hijrah. Dasar tatanan ilmu ini berpijak pada kebiasaan para sahabat dalam transmisi hadith di kalangan mereka. Sebagian mereka membuat kesepakatan menghadiri majelis Rasulullah secara bergiliran, memberi tahu apa yang telah mereka dengar dan saksikan;7 dalam memberitakan tentunya mereka harus menyebut, "Rasulullah melakukan ini dan itu" atau "Rasulullah mengatakan ini dan itu." Dan, tentunya wajar jika orang itu mendapat informasi dari tangan ke dua, ketika ia menceritakan pada orang ke tiga, la akan menjelaskan sumber aslinya mencakup semua cerita yang terjadi.
Pada dasawarsa ke empat kalender Islam, ungkapan-ungkapan yang belum sempurna dirasa penting karena munculnya fitnah yang melanda pada saat itu (pemberontakan terhadap Khalifah Uthman yang terbunuh pada tahun 35 hijrah). Ungkapan itu sebagai langkah awal sikap kehati-hatian para ilmu­wan yang mulai sadar dan tetap ingin menyelidiki setiap sumber informasi.8 Ibn Sirin (w. 110 H.), misalnya, mengatakan, "Para ilmuwan (pada mulanya) tidak mempersoalkan isnad, tetapi saat fitnah mulai meluas mereka menuntut, 'Sebutkan nama orang-orang kalian [para pembawa riwayat hadith] pada kami.' Bagi yang termasuk ahlus sunnah, hadith mereka diterima, sedang yang tergolong tukang mengada-ada, hadith mereka dicampakkan ke pinggiran."9
Menjelang abad pertama, kebiasaan ini mulai mekar yang akhirnya men­jadi cabang ilmu tersendiri. Kemestian mempelajari Al-Qur'an dan Sunnah memberi arti bahwa sejak beberapa abad perkataan `ilm (ilmu), hanya diterap­kan pada kajian di bidang keagamaan,10 dan dalam masa yang penuh ghirah mempelajari ilmu hadith telah melahirkan tradisi al-rihlah (piknik pencarian ilmu). Karena dianggap sebagai salah satu syarat utama di bidang keilmuan, kita dapat menyimak makna penting dari ucapan Ibnu Ma'in (w. 233 H) yang menyebut bahwa siapa saja yang mengurung diri belajar ilmu di negeri sendiri dan enggan berpikir ke luar, ia tidak akan mencapai kematangan ilmu.11
Bukti adanya pengalihan 'ilm melalui cara seperti ini datang dari ribuan hadith yang memiliki ungkapan-ungkapan yang sama tetapi bersumber dari belahan dunia Islam yang berlainan, yang masing-masing melacak kembali asal-usulnya yang bermuara pada sumber yang sama, yaitu Rasulullah, Sahabat, dan Tabi'in. Kesamaan isi kandungan yang menyebar melintasi jarak jauh, di suatu zaman yang minus alat komunikasi canggih, memberi kesaksian kebenaran akan kiat sistem isnad.12

i. Fenomena Isnad dan Pemekarannya

Pemekaran sistem isnad pada permulaan abad Islam begitu menggiurkan. Anggaplah bahwa pada generasi pertama seorang sahabat saja yang secara pribadi mendengar pernyataan Rasulullah. Pada generasi kedua kemungkinan terdapat dua atau tiga dan bahkan mungkin sepuluh orang, murid-murid pertama dalam mengalihkan kejadian, sehingga apabila sampai pada generasi ke lima (yaitu periode para penyusunan kitab-kitab hadith klasik) kita mungkin dapat menyingkap tiga puluh atau empat puluh orang meriwayatkan berita yang sama melalui saluran yang berlainan melintasi ke seluruh dunia Islam, dengan sedikit di antara mereka yang meriwayatkan berita itu melalui lebih dari satu sumber. Bentuk penyebaran seperti itu tidak selalu tetap pada semua hadith: di mana dalam masalah seperti ini mungkin hanya ada satu orang yang memiliki wewenang meriwayatkan pada tiap generasi, walaupun hal itu sangat jarang.13 Di sini kita dapat lihat satu contoh hadith mengenai shalat:14

Abu Hurayrah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: "Imam harus­lah diikuti. Bacalah takbir apabila ia mengucap takbir, rukulah apabila ia ruku. Dan apabila ia mengucapkan sami 'allahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memujiNya), bacalah rabbana wa laka al-hamd (Ya Allah ya Tuhan kami, segala pujian hanyalah untuk-Mu). Lalu apa­bila ia sujud, hendaklah anda bersujud. Dan apabila ia bangkit berdiri, hendaklah kamu juga bangkit, tapi jangan sekali-kali mendahului sebelum ia berdiri sempurna. Jika ia shalat duduk, hendaklah kamu juga duduk semuanya."
Daftar Pustaka :
a. Prof. Dr. M.M al A'zami, Sejarah Teks Al-Qur'an-dari wahyu sampai kompilasinya
b. Disadur dari berbagai sumber.
Kritik dan saran dapat ditujukan ke :

Read more!